Jakarta, CNN Indonesia -- Kelompok militan Sinai yang berafiliasi dengan ISIS mengaku bertanggung jawab atas serangan bom mobil yang meledak di dekat bangunan milik petugas keamanan dan gedung pengadilan di Kairo, Mesir pada Kamis (20/8) pagi. Setidaknya 29 orang terluka akibat serangan ini.
Dilaporkan Reuters, klaim dari simpatisan ISIS tersebut tercantum dalam pernyataan yang beredar di Twitter. Pernyataan itu menyebut bahwa serangan bom tersebut merupakan pembalasan atas eksekusi enam anggotanya yang meluncurkan serangan di sebelah utara ibu kota Mesir tahun lalu.
"Biarkan polisi dan tentara yang murtad, dan para pengikut Yahudi, tahu bahwa kita adalah orang-orang yang tidak lupa membalas dendam," bunyi pernyataan tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mei lalu, Mesir mengeksekusi enam anggota kelompok pemberontak Sinai karena menyerang tentara di dekat Kairo pada 2014. Enam anggota militan itu dihukum atas sejumlah tuduhan, termasuk melakukan serangan yang menewaskan dua perwira di desa Arab, Sharkas, di sebelah utara Kairo.
Kelompok militan Sinai kerap meluncurkan serangan bom terhadap pasukan keamanan Mesir. Ratusan tentara dan polisi tewas sejak militer menggulingkan Presiden Mohamed Mursi pada 2013 setelah pemerintahannya diprotes massa.
Dilaporkan Reuters, sumber keamanan yang memeriksa lokasi ledakan di Shubra al-Khaima, pinggiran kota Kairo, menyatakan terdapat sebuah kendaraan yang habis terbakar dan bekas ledakan terlihat jelas.
Sejumlah komentar di Twitter menunjukkan ledakan terdengar hingga ke beberapa bagian ibu kota Mesir. Ledakan yang mengakibatkan kerusakan parah di gedung keamanan negara ini terdengar hingga ke beberapa bagian ibu kota Mesir.
Penjaga toko, Mohamed Ali mengungkapkan dia melihat seorang pria memarkir kendaraan di lokasi kejadian. Tak beberapa lama setelah pria itu turun dari mobil, ledakan terjadi.
Kelompok militan di Sinai telah berbaiat setia kepada ISIS dan belum dapat dikalahkan meski terus digempur oleh tentara Mesir.
Presiden Mesir, Abdel Fattah al-Sisi bersumpah untuk memberantas militansi. Menurut Sisi, kelompok militan merupakan ancaman eksistensial terhadap negara-negara Arab dan Barat.
Pemerintah Mesir telah menerapkan tindakan keras terhadap anggota militan. Akibat langkah ini, Mesir kerap kali menerima kecaman dari kelompok pemerhati hak asasi manusia yang menuduh pemerintah melumpuhkan perbedaan pendapat.
Bulan ini, Sisi menyetujui undang-undang anti-terorisme yang memuat peraturan soal pendirian pengadilan khusus dan perlindungan terhadap penegak hukum. Langkah ini dilakukan setelah serangan militan gencar terjadi selama dua tahun terakhir.
Namun, undang-undang ini mendapat kecaman dari kelompok pemerhati hak asasi manusia yang khawatir Sisi akan membendung kebebasan yang telah dinikmati warga Mesir sejak protes massa tahun 2011 berhasil menggulingkan Hosni Mubarak.
(ama/stu)