Menyeberangi Terowongan Channel, Imigran Asal Sudan Diadili

Amanda Puspita Sari/Reuters | CNN Indonesia
Senin, 24 Agu 2015 22:56 WIB
Imigran asal Sudan yang berjalan 50 km sepanjang Terowongan Channel diadili atas tuduhan pelanggaran undang-undang yang dibuat sejak tahun 1861.
Imigran asal Sudan yang berjalan 50 km sepanjang Terowongan Channel diadili atas tuduhan pelanggaran undang-undang yang dibuat sejak tahun 1861. (Reuters/Regis Duvignau)
Jakarta, CNN Indonesia -- Seorang imigran asal Sudan yang menyeberangi perbatasan Perancis menuju Inggris melalui Terowongan Channel dan ditangkap di perbatasan Inggris, diadili pada Senin (24/8).

Dikutip dari Reuters, Abdul Haroun, 40, menjadi sorotan publik internasional setelah nekat menyeberang dari Calais, Perancis menuju Inggris melalui jalur kereta api cepat di Terowongan Channel. Jalur yang berbahaya ini terpaksa ditempuh Haroun, seperti juga ribuan imigran lain yang putus asa untuk dapat menuju Inggris.

Tak seperti sebagian besar imigran di Calais berupaya bersembunyi di truk atau kereta api menuju Inggris, Haroun merupakan orang pertama yang berjalan kaki sepanjang 50 km dan hampir mencapai ujung terowongan di Folkestone, Inggris.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berhasil melewati pos keamanan, menghindari kamera keamanan dan lolos dari patroli polisi, Haroun menghabiskan hampir 12 jam berjalan di sepanjang sisi jalur kereta api dalam gelap, sembari selalu waspada karena sewaktu-waktu kereta dengan kecepatan hingga 160 kmh dapat melaju melewatinya.

Haroun didakwa melanggar Undang-Undang Kerusakan Berbahaya yang dibuat sejak tahun 1861 atas tuduhan "menghalangi kereta menggunakan jalur kereta api."

Kasus Haroun menyulut perdebatan. Operator terowongan dari Eurotunnel menyatakan pihaknya berharap Haroun dikenakan hukuman penuh sehingga imigran lain tak mengikuti jejaknya. Sementara, aktivis pemerhati hak-hak pengungsi mengatakan dia seharusnya tidak didakwa sama sekali.

Hingga saat ini hanya sedikit informasi tentang Haroun. Pengacaranya, Nicholas Jones, menyatakan di depan pengadilan bahwa Haroun menggunakan bahasa Zaghawa, yang menunjukkan bahwa dia mungkin berasal dari Darfur, daerah yang dilanda konflik lebih dari satu dekade antara pasukan pemerintah dan kelompok pemberontak di Sudan.

Berambut pendek dan mengenakan kaos berwarna abu-abu terang, Haroun muncul dalam sebuah video konferensi yang tersambung langsung ke Penjara Elmley dalam sidang dengar pendapat singkat di Canterbury Crown Court di Kent, sebelah tenggara London.

Dia mengkonfirmasi namanya, dan setelah dakwaan dibacakan dan diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, Haroun menyatakan tidak bersalah atas tindakannya.

Jones menilai Haroun dilindungi oleh Pasal 31 dari Konvensi PBB, yang menyatakan pengungsi tidak dapat dituntut atas upaya yang tidak biasa dalam memasuki negara tujuan.

Sejumlah pengacara dan aktivis hak-hak pengungsi menuduh pihak berwenang memperlakukan Haroun dengan kasar untuk mengirimkan pesan bagi imigran lainnya yang ingin mengikuti tindakan Haroun.

"Penuntutan terhadap Abdul Rahman Haroun atas pelanggaran undang-undang perkeretaapian dari abad ke-19 merupakan tindakan yang tidak pantas dan salah," tulis pengacara Colin Yeo, seorang pakar suaka dalam blognya.

Juru bicara Kementerian Dalam Negeri Inggris menolak memberikan pernyataan dan hanya menyebutkan bahwa keputusan untuk mendakwa Haroun dibuat oleh polisi. Sementara, pihak kepolisian menolak berkomentar.

Pada akhir sidang, Hakim Adele Williams menetapkan tanggal persidangan, yaitu 4 Januari 2016, dan menyerahkan Haroun dalam tahanan.

Ketika mendengar bahwa dia tetap di penjara, Haroun tampak gelisah, mengangkat kedua lengan dan mulai berbicara dalam bahasa Arab. Meski demikian, hakim memotong pernyataannya dan konferensi video terputus.

Belum jelas apakah penuntutan terhadap Haroun akan menghambat aplikasi suakanya di Inggris. Juru bicara Kementerian Dalam Negeri Inggris menyatakan kasus Haroun akan diperiksa secara terpisah.

Kasus Haroun menjadi bagian dari tsunami imigran yang lebih luas di tanah Eropa. Bertumpuknya imigran di Calais telah mengganggu lalu lintas, mendorong bentrokan dengan aparat keamanan Perancis dan Inggris, dan memecah opini publik Inggris, antara mereka yang menentang gelombang imigran yag lebih besar, dan mereka yang menyerukan solidaritas yang lebih besar terhadap imigran yang melarikan diri dari konflik dan kemiskinan di negara asal.

Menurut data resmi terbaru, sebanyak 79 persen dari 1.603 pelamar suaka asal Sudan di Inggris dalam 12 bulan terakhir hingga Maret 2015, diberikan status pengungsi dalam upaya pertama.

Haroun menghadapi tuntutan yang dapat berujung hukuman maksimum dua tahun penjara. Aktivis pemerhati imigran menyatakan aplikasi permintaan suaka dapat memakan waktu berbulan-bulan atau bertahun-tahun, akibat proses birokrasi yang lambat.

"Ini adalah kasus yang tidak biasa karena keberaniannya besar dengan berjalan (sepanjang Terowongan Channel), dan karena ia hampir berhasil," kata Sue Powell dari kelompok Bantuan Pengungsi, sebuah kelompok non-pemerintah yang berbasis di Kent. (ama/ama)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER