UNICEF: 13 Juta Anak-anak di Wilayah Konflik Tak Bisa Sekolah

Reuters | CNN Indonesia
Kamis, 03 Sep 2015 12:47 WIB
UNICEF mengeluarkan laporan yang mengungkap bahwa sekitar 13 juta anak di Timur Tengah dan Afrika Utara tak bisa bersekolah.
Laporan UNICEF mengungkap anak-anak yang berhenti sekolah bisa berakhir bekerja secara ilegal, sering menjadi pencari nafkah untuk keluarga mereka. Mereka rentan terhadap eksploitasi dan dapat lebih mudah direkrut ke dalam kelompok-kelompok bersenjata.(Reuters/Laszlo Balogh)
Beirut, CNN Indonesia -- Konflik di Timur Tengah dan Afrika Utara membuat lebih dari 13 juta anak-anak tak bisa bersekolah, menurut laporan yang dipublikasikan badan anak-anak PBB, UNICEF, Kamis (3/9).

Laporan UNICEF berjudul “Education Under Fire” mengungkap dampak kekerasan pada anak-anak di sembilan tempat, termasuk Suriah, Irak, Yaman, dan Libya. DI tempat-tempat itu, anak-anak tumbuh di luar sistem pendidikan.

"Bukan kebetulan bahwa apa yang kita lihat di televisi kita, gambar-gambar tragis orang yang menyeberang dengan kapal ke Yunani dan Italia,” kata direktur regional UNICEF Peter Salama.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Para imigran sering mengatakan pendidikan anak-anak mereka adalah prioritas utama, sedang banyak negara di kawasan ini tidak mampu memberikan hak dasar manusia.

Laporan ini juga melihat Libanon, Yordania dan Turki—negara-negara tetangga Suriah yang menampung sejumlah besar pengungsi, serta Sudan dan wilayah Palestina.

Serangan terhadap sekolah adalah salah satu alasan utama mengapa banyak anak-anak tidak bisa pergi ke sekolah sementara banyak bangunan saat ini dijadikan untuk penampungan pengungsi atau digunakan oleh kombatan sebagai markas mereka.

Di Suriah, Irak, Yaman dan Libya saja, hampir 9.000 sekolah tidak dapat digunakan, menurut laporan itu.

Ribuan guru di seluruh wilayah telah meninggalkan pos mereka dalam ketakutan, yang akhirnya membuat para orangtua berhenti menyuruh anak mereka ke sekolah.

Sementara itu, negara tuan rumah yang menampung pengungsi, juga kesusahan untuk menyekolahkan anak-anak itu karena sistem pendidikan mereka tidak dibuat untuk menampung tambahan anak dalam jumlah besar, kata Salama.

"Semua orang pada dasarnya berusaha dalam hal menangani krisis besar ini, yang tidak mengejutkan mengingat bahwa itu adalah gerakan populasi terbesar sejak Perang Dunia II," kata dia.

Salama juga mengatakan anak-anak yang berhenti sekolah bisa berakhir bekerja secara ilegal, sering menjadi pencari nafkah untuk keluarga mereka. Mereka rentan terhadap eksploitasi dan dapat lebih mudah direkrut ke dalam kelompok-kelompok bersenjata.

Penelitian UNICEF menunjukkan peningkatan anak-anak yang menjadi pejuang dari usia yang lebih muda, sementara siswa dan guru tewas, diculik dan ditahan.

"Kita berada di ambang kehilangan seluruh generasi anak-anak di Timur Tengah dan Afrika Utara. Kita harus melakukan sesuatu, jika tidak maka akan ada kerusakan permanen dan jangka panjang yang kita bersama timpakan kepada anak-anak dari daerah ini." (stu)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER