Jakarta, CNN Indonesia -- Novel remaja
Into the River karya Ted Dawe menjadi novel yang pertama ditarik dari peredaran di Selandia Baru selama 20 tahun terakhir.
Dilansir dari The Guardian, Senin (7/9), Dewan Pengulas Film dan Sastra, FLBR, melarang penjualan dan peredaran novel peraih penghargaan itu pasca komplain dari kelompok lobi konservatif Nasrani, Family First, yang menilai
Into the River penuh dengan adegan seksual, penggunaan narkoba, dan istilah kasar yang merujuk kepada perempuan.
Novel tersebut pun ditarik dari seluruh perpustakaan, sekolah, dan toko buku di seluruh penjuru Selandia Baru. Penarikan buku yang bersifat sementara ini akan mulai berlaku pada 3 September mendatang, dan akan diulas selama sebulan untuk menentukan apakah penarikan buku ini akan ditetapkan permanen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan situs resmi FLBR, dengan adanya penarikan buku ini berarti tidak ada yang boleh "mendistribusikan dan memamerkan" buku tersebut. Warga yang melanggar, akan dikenakan denda sebesar 3.000 dolar Selandia Baru. Bagi perusahaan yang melanggar bahkan dikenakan denda 10.000 dolar Selandia Baru.
Joanna Matthew, Direktur Pelaksana Asosiasi Perpustakaan dan Informasi Selandia Baru, mengatakan pelarangan novel ini bersinggungan dengan kebebasan berbicara di Selandia Baru.
"Saya sudah membaca bukunya, dan meskipun ada konten yang bertentangan, tidak berarti harus dilarang," katanya.
"Prinsip utama dibalik profesi kepustakaan dan informasi yakni kebebasan mengakses informasi. Individu harus mampu menentukan sendiri tentang apa yang sesuai dan tidak," kata Matthew.
"Dengan menyembunyikan kisah yang sebenarnya merefleksikan masalah sosial yang nyata, kita gagal menciptakan lingkungan yang dapat mengatasi problem itu secara efektif," ujar Matthew menambahkan.
"Sebagai masyarakat, akan lebih efektif bila kita bekerja untuk mengatasi persoalan yang diceritakan buku itu ketimbang melarang peredarannya," ujar Matthew.
Dalam pernyataannya, Direktur Nasional Family First, Bob McCoskrie menyambut pelarangan sementara novel itu. Menurutnya, langkah ini dapat menjadi tonggak baru dalam melarang konten ofensif bagi pembaca muda di Selandia Baru.
Novel anak laki-lakiInto the River meraih penghargaan Buku Remaja Selandia Baru tahun 2013 dengan target pembaca remaja terutama laki-laki, yang menurut Dawe, sukar dicapai.
"Saya telah mengajar di sekolah menengah selama 40 tahun terakhir. Masa tersebut sebagian besar saya habiskan untuk mendorong anak laki-laki agar mau membaca. Tantangannya adalah untuk mencari buku yang 'berbicara' kepada mereka, yaitu buku yang membicarakan hal-hal yang relevan dengan kehidupan mereka dan ditulis dengan gaya yang otentik," kata Dawe.
"Banyak isu yang remaja tidak bisa diskusikan dengan orang lain. Mereka ingin berpikir sendiri tentang diri mereka. Karena itu tidak ada media lain yang lebih privat dan lebih baik ketimbang novel," ujar Dawe.
"Dalam novel dengan konteks yang relatif aman, remaja dapat menjelajahi isu seperti ras, orientasi seksual, tubuh, diskriminasi kelas, intimidasi, dan pelecehan. Mereka dapat mengetahui respon mereka sendiri terhadap karakter utama dan menyesuaikan diri terhadap perbedaan tanpa perlu diskusi," kata Dawe melanjutkan.
Dikutip dari New Zealand Herald, Dawe juga menambahkan bahwa novelnya tidak selalu membicarakan seks dan narkoba, tetapi juga tentang intimidasi dan dampaknya yang dapat merusak hidup seseorang selamanya.
"Itulah tema utamanya, hal-hal yang lain hanyalah ornamen yang berjalan bersama cerita," tutur Dawe.