Beirut, CNN Indonesia -- Pemerintah Libanon menyetujui rencana untuk mengatasi krisis sampah yang telah memicu protes besar selama berminggu-minggu.
Pada Rabu (8/9), pertemuan kabinet memutuskan rencana jangka panjang yang melibatkan bantuan dan supervisi dari ahli, juga menetapkan dua tempat pembuangan akhir di Akkar dan Masnaa di dekat perbatasan dengan Suriah.
“Kami melihat rencana ini sesuai dengan kondisi. Malam ini kabinet menyetujui solusi lingkungan yang berkelanjutan dan aman,” kata Menteri Pertanian Libanon Akram Shehayeb, yang memimpin tim untuk menyusun draft solusi, setelah pertemuan kabinet.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Belum jelas apakah rencana itu akan membutuhkan persetujuan dari parlemen terlebih dulu, atau apakah akan disetujui oleh para demonstran yang turun ke jalan.
Krisis sampah di Libanon memicu protes besar, beberapa demonstran bahkan menuntut pemerintah turun karena dianggap tidak becus, bahkan hanya untuk mengurusi sampah yang memenuhi ibu kota. Mereka juga melihat bahwa krisis sampah yang terjadi merupakan cerminan busuknya para politisi yang duduk di pemerintahan.
Pada Rabu, tentara Libanon memblokade pusat Beirut, menghadapi mobilisasi massa.
Para pemrotes dijauhkan dari gedung-gedung pemerintah, dihadang oleh tentara dan kawat berduri ketika pertemuan berlangsung.
“Orang-orang yang memberontak pada 29 Agustus di Lapangan Martir ada di sini untuk mengatakan kepada mereka (politisi), bahwa waktu mereka sudah habis, hari ini waktunya untuk perubahan,” kata aktivis Samer Mazeh.
Lapangan Martir di Beirut telah menjadi lokasi protes setelah demonstrasi pada Agustus berujung kekerasan.
Perdana Menteri Tammam Salam mendesak politisi sebelum pertemuan untuk “berpartisipasi dengan aktif dan positif untuk menyukseskan dialog ini, untuk membantu kita menyelesaikan krisis buruk ini.”
Salam sebelumnya sudah mengekspresikan kegagalan kabinetnya dalam menyelesaikan persoalan sampah setelah TPA utama ditutup pada Juli lalu.
Ia mengancam akan mengundurkan diri bulan lalu setelah protes besar.
Parlemen Libanon, seperti halnya banyak institusi di negara itu, hampir tak berfungsi dalam beberapa tahun terkair karea krisis politik yang terkait kerusuhan di kawasan Timur Tengah, termasuk konflik di negara tetangga Suriah.
Kabinet Salam sendiri terdiri dari kelompok Syiah Hizbullah yang didukung Iran, Gerakan Masa Depan dengan pemimpin Saad al-Hariri yang didukung Sunni-Arab, dan partai Kristen. Semuanya saling bersaing, juga memiliki sejarah pertikaian di masa lalu.
(stu)