Kesedihan Keluarga yang Tak Terpilih Ikut Reuni Korsel-Korut

Reuters | CNN Indonesia
Rabu, 30 Sep 2015 07:35 WIB
Kesedihan melanda keluarga di Korsel yang tak terpilih ikut reuni untuk bertemu dengan keluarga mereka di Korut setelah terpisah puluhan tahun.
Setelah disetujui oleh Korut dan Korsel, Palang Merah akan menyelenggarakan reuni keluarga yang terpisah sejak Perang Korea pada 1950an pada Oktober. (Getty Images/Chung Sung-Jun)
Seoul, CNN Indonesia -- Bagi Lee Yong-nyo yang sudah berusia 87 tahun, kesempatan terakhir untuk bertemu dengan anak perempuannya sirna, hanya dengan satu klik tetikus.

Lembaga Palang Merah melakukan pengundian lewat komputer untuk memilih 100 warga Korea Selatan untuk bertemu kembali dengan saudara mereka di Korea Utara yang terpisah sejak Perang Korea pada 1950-1953.

Puluhan ribu warga Korea Selatan telah mengajukan permohonan untuk bertemu keluarga mereka di Korut. Setelah kedua pemerintah setuju, Palang Merah akhirnya akan melangsungkan reuni keluarga selama tiga hari di resor Gunung Kumgang dekat perbatasan kedua negara.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Hati saya rasanya hancur,” kata Lee sambil menangis setelah mengetahui bahwa ia tidak terpilih untuk ikut serta dalam reuni yang dijadwalkan pada Oktober mendatang.

“Saya ingin bertemu dengan anak perempuan saya, atau setidaknya mengetahui apakah ia masih hidup atau meninggal. Saya meninggalkannya ketika ia masih tiga tahun. Kapan saya akan punya kesempatan lagi sekarang?” ujar Lee.

Reuni keluarga merupakan peristiwa penting bagi kedua negara yang secara teknis masih berperang, karena Perang Korea berakhir hanya dengan gencatan senjata dan bukan perjanjian perdamaian. Sejak tahun 2000, telah dilakukan 19 kali reuni, yang terakhir pada Februari 2014.

Pengundian tahap awal secara acak memilih 500 orang dari total 66 ribu warga Korsel yang mendaftarkan diri untuk ikut reuni. Palang Merah lalu akan memotong lagi angkanya menjadi 250 orang, menyeleksi kesehatan para warga dan menanyakan apakah mereka masih ingin melangsungkan reuni.

“Saya tak bisa mengatakan betapa kosongnya perasaan saya saat ini,” kata Jung Se-hoon, 85, yang mencari ibu dan tiga adiknya. Ia juga tak terpilih oleh Palang Merah.

Bagi mereka yang terpilih, perasaan mereka pun campur aduk.

Bertemu dua jam

Kang Neung-hwan adalah satu diantara 82 warga Korsel yang terpilih untuk mengunjungi Korut pada reuni terakhir pada Februari 2014. Ketika itu, ia bertemu dengan anak laki-laki yang tak pernah ia jumpai sebelumnya, dan mungkin, tak akan lagi ia temui selamanya.

“Saya berharap 10 hari atau dua minggu, tapi tiga hari berlalu begitu cepat,” kata Kang, 94, yang kondisi kesehatannya makin menurun, di rumahnya di Seoul. Foto anaknya tergantung di tembok di belakang sofanya.

Pertemuan saat itu diselenggarakan di aula sebuah resor, diawasi oleh pihak berwenang dan diliput media, dan hanya termasuk dua jam pertemuan secara privat.

Kang adalah seorang guru ketika ia ia bersama banyak orang yang melarikan diri dari Korut ketika China ikut campur di perang. Ia meninggalkan istrinya yang saat itu sedang mengandung empat bulan, dan berjanji untuk kembali. Ia tak tahu kalau saat itu istrinya sedang hamil, dan bahwa perbatasan akan ditutup.

Ketika ia mendaftar untuk program reuni, ia sebenarnya berharap untuk bertemu dengan adik perempuannya. Saat reuni, ia baru tahu bahwa adiknya telah meninggal, dan bahwa ia ternyata punya anak laki-laki.

“Saya memeluknya dan berkata: sehat terus dan saya berharap unifikasi akan terjadi sebelum saya meninggal jadi kita bisa bertemu kembali,” kisahnya.

Pengawasan ketat

Sebuah buku panduan yang dikeluarkan oleh Korsel menganjurkan agar peserta reuni menanyakan hal-hal seperti apakah keluarga mereka makan dengan baik, dan menasihati agar tak membicarakan politik, serta memperingatkan agar mereka tak mabuk karena meminum minuman Korut yang dikenal kuat.

Im Chaeng-yong gagal setelah beberapa kali mencoba untuk bertemu kakak tertuanya di Korut.

Lalu, ia mengetahui bahwa kakaknya, 83, juga mencari kerabat di Korsel. Dengan saudara perempuannya, Im, ikut serta dalam reuni pada 2014 dan bertemu dengan kakak tertua yang tak pernah ia jumpai sebelumnya.

Mereka memberikan jam tangan, kaus kaki dan aspirin untuk kakak mereka, dan sang kakak memberi mereka foto keluarganya, minuman, dan taplak meja berwarna merah—cendera mata sama yang diberika oleh semua kerabat dari Korut.

“Kami makan dan mengobrol, namun lagu Korut yang berjudul “Senang bertemu denganmu” terus diputar dengan keras hingga kami sulit mendengar dengan jelas,” kenang Im. “Kakak saya juga suli mendengar sehingga kami harus berteriak.” (stu)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER