Jakarta, CNN Indonesia -- "Situasi kami sangat buruk. Tak ada yang bisa lebih buruk lagi dari ini," ujar seorang gadis Yazidi budak ISIS dengan suara lirih, hampir tak terdengar.
Di ujung telepon, seorang mantan pejabat Irak, Ameena Saeed Hasan, menenangkannya dan menjabarkan cara untuk kabur dari perbudakan ISIS.
Setiap harinya, Hasan melakukan ini. Menelepon gadis Yazidi yang menjadi korban perbudakan ISIS. Misinya adalah untuk menyelamatkan sebanyak mungkin gadis Yazidi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketika pertama kali ISIS merebut Mosul, Hasan mengira bahwa gadis Yazidi di Gunung Sinjar akan baik-baik saja.
"Kami berkata, 'Mengapa mereka datang ke Sinjar?' Di sana tidak ada minyak atau apapun. Apa yang ingin mereka ambil?" kenang Hasan.
Namun, ISIS tetap saja datang ke Sinjai dan merebut sumber daya lain yang paling penting: manusia. ISIS menculik ratusan wanita dan anak Yazidi, sedangkan kaum pria dihabisi nyawanya. ISIS berdalih bahwa Al-Quran mengizinkan penculikan serta pemerkosaan perempuan dan gadis.
Yazidi sendiri merupakan kaum minoritas di Irak yang percaya kepada satu tuhan pencipta Bumi dan mereka hidup dalam perlindungan malaikat merak. ISIS menuding mereka menyembah iblis.
Perserikatan Bangsa-Bangsa lantas menuduh ISIS melakukan genosida terhadap Yazidi.
Banyak anggota keluarga korban menelepon Hasan, meminta bantuan.
"Orang-orang tahu saya. Saya dari Sinjar dan saya juga Yazidi. Saya mengenal banyak orang yang diculik. Beberapa adalah kerabat, tetangga, dan mereka menelepon saya," tutur Hasan.
Bersama suaminya, Khalil, Hasan membangun jaringan untuk menyelundupkan para perempuan keluar. Ia menerima telepon, sementara Khalil menempuh perjalanan berbahaya melewati perbatasan Irak dan Suriah untuk menjamin para tawanan kembali dengan selamat.
Hingga kini, pasangan tersebut sudah menyelamatkan lebih dari seratus orang. Perempuan pertama yang mereka selamatkan adalah ibu enam anak berusia 35 tahun.
Dalam perbincangan telepon, perempuan tersebut berbicara kepada Hasan, "Mereka mengisi dua truk penuh dari desa dan membawanya ke suatu tempat. Saya tidak tahu ke mana. Ketika mereka memasukkan orang ke dalam truk, seorang perempuan mulai berargumentasi, jadi mereka membunuhnya."
Meskipun mengalami siksaan berat, penelepon tersebut termasuk beruntung. Ia berhasil keluar dari kamp ISIS dengan selamat.
Sementara itu, masih banyak orang lain yang belum beruntung. Menurut Hasan, banyak perempuan disiksa dan diperkosa berkali-kali. Banyak dari mereka akhirnya lebih memilih menghabisi nyawa sendiri ketimbang menunggu diselamatkan.
"Kami hanya ingin mereka diselamatkan. Ratusan gadis sudah bunuh diri. Saya punya beberapa foto gadis yang bunuh diri, ketika mereka kehilangan harapan untuk diselamatkan dan ketika ISIS sering kali menjual dan memerkosa mereka. Saya pikir, mungkin ada 100 orang," ucap Hasan.
Meskipun kehilangan kontak dengan banyak gadis, Hasan tetap berusaha menyelamatkan mereka. Berkat kegigihannya ini, Hasan menerima penghargaan dari Amerika Serikat.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, John Kerry, bahkan mengaku menghargai, "Keberanian (Hasan) bagi kaum minoritas Yazidi di utara Irak, memaksa dunia memerhatikan kengerian di wajah mereka, dan berkomitmen membantu korban dan menyelamatkan banyak nyawa."
Namun, pikiran Hasan masih dihantui pikiran tentang mereka yang tak berhasil diselamatkan.
"Saya tidak bisa tidur. Saya tidak bisa melupakan apa yang terjadi pada mereka. Mereka bertanya, 'Kapan Anda akan menyelamatkan kami?' Namun, saya tidak tahu jawabannya. Saya bukan pemerintah. Saya bukan apapun. Saya hanya manusia. Ini sangat sulit," katanya.
(stu/stu)