Jakarta, CNN Indonesia -- Sebuah universitas di daerah Ural, Rusia, menerbitkan tiga ribu kopi buku berisi rincian tipu daya yang sering kali digunakan oleh ISIS. Buku tersebut juga menguak bahaya yang mengintai dari kemungkinan perekrutan warga untuk bergabung dengan ISIS.
"Dari pelajaran Islam dan Kristen Ortodoks di Departemen Teologi universitas kami, kami dapat menjelaskan proses yang kini ambil bagian di dunia," ujar rektor Urals State Mining University, Nikolay Kosarev, dalam wawancara dengan harian Komsomolskaya Pravda seperti dikutip RT.
Menurut Kosarev, peluncuran buku ini juga sejalan dengan upaya pemerintah dan dunia untuk melawan ISIS.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Presiden Rusia kini mengalokasikan semua perhatiannya pada penjelasan mengenai isu ini. Negara kami menjadi contoh bagaimana cara tepat melawan ekstremisme," katanya.
Kepala Departemen Teologi Urals State Mining University, Aleksey, Starostin, mengatakan bahwa penjelasannya dalam buku bertajuk "ISIS Is Not Islam" ini memang merupakan hal baru di Rusia.
Starostin mengaku sudah mendistribusikan buku ini ke banyak masjid dan lembaga pendidikan. Menurutnya, para pengarang akan senang jika dikenal di seluruh wilayah Urals bahkan Rusia.
Mufti di daerah Sverdlovsk, Abdul Kuddus, pun mendukung inisiatif Urals State Mining University. Ia juga mengatakan bahwa para pelajar Muslim ikut ambil andil dalam pengerjaan buku ini dan mereka ingin menjelaskan bahwa aturan ISIS merongrong otoritas Islam sebagai agama.
Menurut Kosarev, para profesor mulai memerhatikan propaganda anti-ISIS setelah salah seorang mahasiswa mereka, Varvara Karaulova, yang hijrah ke Turki pada musim panas lalu. Ia disinyalir ingin menikahi salah satu pejuang ISIS yang ia temui di internet.
Gadis tersebut ditahan oleh aparat Turki dan dipulangkan ke Rusia. Namun tetap saja, berita mengenai Karaulava menarik perhatian banyak media.
Pemerintah Rusia memang tengah meningkatkan kewaspadaan terhadap ISIS. Pada Juli lalu, kepala Badan Keamanan Federal Rusia, Aleksandr Bortnikov, mengoordinasikan agen keamanan dari 64 negara untuk meningkatkan upaya mereka menyoroti propaganda ISIS.
"Kita harus memperluas praktik operasi investigasi gabungan terhadap kelompok-kelompok teroris, mengkespos dan menghentikan kegiatan orang yang membentuk landasan organisasi tersebut, mendiskreditkan pemimpin mereka dan memerangi para bandit ini," ucap Bortnikov.
Sejak Desember lalu, Rusia secara resmi mendeklarasikan bahwa ISIS dan Front Al-Nusra yang berafiliasi dengan mereka sebagai kelompok teroris. Pemerintah melarang semua warganya untuk berpartisipasi dengan organisasi-organisasi tersebut dan menganggap semua yang mendukung sebagai pelaku kriminal.
Rusia pun sudah mulai melancarkan serangan udara yang diklaim untuk menggempur ISIS di Suriah. Namun, berbagai lembaga kemanusiaan menyebutkan jet Rusia juga menggempur wilayah oposisi lainnya, termasuk kelompok pemberontak yang dilatih Amerika Serikat serta menewaskan banyak warga sipil.
(stu)