Dipaksa Bertaubat, Remaja AS Dipukuli Hingga Tewas

Denny Armandhanu | CNN Indonesia
Jumat, 16 Okt 2015 09:35 WIB
Dua orang remaja dipukuli hingga salah seorang di antara mereka tewas oleh keluarga dan jemaat sebuah gereja di negara bagian New York, Amerika Serikat.
Ilustrasi (Thinkstock)
New York, CNN Indonesia -- Dua orang remaja dipukuli hingga salah seorang di antara mereka tewas oleh keluarga dan jemaat sebuah gereja di negara bagian New York, Amerika Serikat. Pemukulan itu disebut sebagai cara agar keduanya mengakui dosa dan bertaubat.

Diberitakan SBS, Kamis (15/10), insiden ini terjadi di  gereja Word of Life pada Minggu malam lalu. Korban adalah Lucas Leonard dan adiknya Christopher yang dihujani bogem mentah oleh orang tuanya sendiri dan beberapa jemaah gereja.

Keduanya mengalami luka parah di bagian perut, kemaluan, punggung dan paha. Lucas berhenti bernafas dalam penyiksaan yang terjadi selama berjam-jam itu. Pemuda 19 tahun itu tewas dalam perjalanan ke rumah sakit, sementara adiknya yang berusia 17 tahun dalam keadaan kritis.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kepolisian kota Hartford dikutip CNN mengatakan bahwa peristiwa itu terjadi dalam sesi konseling terhadap kedua pemuda tersebut. Namun sesi itu berujung kekerasan setelah para jemaah menghukum keduanya untuk memaksa mereka mengakui dosa dan bertaubat.

"Kedua bersaudara itu jadi sasaran hukuman fisik selama beberapa jam agar mereka mengakui dosa dan bertaubat," kata kepala polisi New Hartford, Michael Inserra.

Orang tua keduanya, Bruce dan Deborah Leonard, dikenakan pasal pembunuhan berencana terhadap Lucas. Empat orang jemaah lainnya juga dikenakan dakwaan yang sama, termasuk Sarah Fergusson, 33, kakak perempuan kedua pemuda itu.

Pengacara mereka, Don Gerace, mengatakan kliennya tidak bersalah karena tidak sengaja membunuh anaknya. Menurut dia, pasal pembunuhan berencana diberikan atas dasar niat menghabisi nyawa korban, sementara kasus ini tidak demikian.

Polisi yang melakukan penggeledahan di gereja tersebut menemukan beberapa anak di dalamnya. Anak-anak itu lantas diserahkan ke badan perlindungan anak.

Gereja Word of Life telah berdiri selama 30 tahun. Beberapa jemaah tinggal di dalam gereja berdinding bata merah itu.

Berdiri tahun 1984, gereja ini terdiri dari lima keluarga yang berisikan 35 orang. Polisi belum memastikan apakah gereja ini adalah sebuah sekte keagamaan atau bukan.

Pendeta Abraham Esper dari Gereja St. Patrick's-St. Anthony di Chadwicks mengatakan bahwa Word of Life bukanlah denominasi yang dikenal dan anggotanya membatasi interaksi dengan warga sekitar.

"Sangat tertutup," kata Esper sembari menambahkan bahwa interaksi terdekat jemaah Word of Life dengan warga hanya ketika mereka menjual barang di luar gereja itu.

Selain itu, lanjut dia, Word of Life kerap melakukan aktivitas yang bising pada malam hari, dipenuhi suara pemukulan drum dan gonggongan anjing. "Anda tidak akan bisa konsentrasi," kata dia.

Warga setempat Lynn Laventure, mengatakan bahwa jemaah gereja itu meski tertutup tapi tidak pernah menganggu masyarakat.

"Memang ada praktik hukuman terhadap anak-anak jika mereka salah, tapi bukan pemukulan. Kami tidak pernah mengira, bahkan dalam jutaan tahun, ada yang salah di situ," ujar Laventure. (den)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER