Jakarta, CNN Indonesia -- Dua penyair asal Iran kini harus menghadapi hukuman 99 kali cambuk akibat berjabat tangan dengan lawan jenis. Kasus ini merupakan contoh teranyar hukuman berat yang dijatuhkan kepada para penulis dan seniman oleh pengadilan Iran, menurut advokat hak asasi manusia.
Kedua penyair itu, Fatemeh Ekhtesari dan Mehdi Musavi, juga divonis bertahun-tahun hukuman bui atas "penghinaan terhadap yang suci" di tulisan mereka, yang dikecam oleh aktivis kebebasan berekspresi.
"Penangkapan dan hukuman Ekhtesari dan Musavi adalah ejekan terhadap keadilan, dan semakin membekukan masyarakat kreatif Iran yang sudah terkekang," kata direktur Free Expression Programs di kelompok sastra PEN American Center, Karin Deutsch Karlekar, dalam pernyataannya awal bulan ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dilansir dari
CNN pada Selasa (28/10), kasus mereka adalah kontras antara citra moderat yang tengah diproyeksikan ke luar negeri oleh Presiden Iran, Hassan Rouhani, dengan pendekatan garis keras terhadap hak asasi manusia oleh otoritas Iran.
Pengakuan yang dipaksaWarga Amerika akrab dengan penahanan reporter Washington Post, Jason Rezaian, yang lebih dari setahun dipenjara oleh Iran atas tuduhan spionase. Harian tersebut kemudian mengecam keputusan hakim terhadap pria pemegang kewarganegaraan ganda Iran dan Amerika Serikat itu sebagai "ketidakadilan yang memalukan."
Namun menurut kelompok pembela HAM, penulis Iran lainnya yang kurang terkenal di Barat telah dicurangi oleh otoritas Iran.
Awal bulan ini, Ekhtesari dan Musavi yang kerap menyentuh isu sosial dalam karyanya, dijatuhi hukuman bui selama 11,5 tahun dan 9 tahun berdasarkan pengakuan yang terlontar di bawah paksaan. Padahal, PEN mengatakan keduanya menerbitkan buku secara legal atas persetujuan Kementerian Pedoman Islam Iran.
Kelompok itu menambahkan hukuman cambuk diterima Ekhtesari usai mengaku berjabat tangan dengan peserta lelaki di sebuah acara puisi di Swedia. Bersentuhan dengan lawan jenis yang bukan muhrim dianggap "hubungan haram yang mendekati zina" di Iran.
Juru bicara pengadilan Iran menolak berkomentar atas kasus itu, yang memang belum diberitakan oleh kantor berita milik pemerintah Iran.
Rekor kelam kebebasan mediaMenurut Kampanye Internasional untuk Hak Asasi Manusia di Iran, belum lama ini seorang sutradara, Kayvan Karimi, divonis enam tahun penjara dan 223 hukuman cambuk atas tuduhan serupa seperti yang dialami Ekhtesari dan Musavir.
PEN turut menyinggung hukuman yang diterima penulis sekaligus produser televisi, Mostafa Azizi, dan kartunis Atena Farghadani.
"Aliran garis keras tidak hanya menyasar aktivis politik, tetapi juga untuk membasmi ekspresi sosial atau budaya apapun yang tidak mereka setujui," kata Hadi Ghaemi, direktur eksekutif Kampanye Internasional untuk Hak Asasi Manusia di Iran yang berbasis di New York, AS.
Rouhani adalah wajah pemerintah Iran yang menyepakati perjanjian tonggak nuklir bersama penguasa dunia bulan Juli lalu. Namun para pejabat dan badan penegakan hukum yang didukung oleh Pemimpin Tertinggi, Ayatollah Ali Khamenei "telah bekerja sama untuk mewujudkan negara yang aman, di mana pandangan yang tidak sepakat dalam bentuk apapun dianggap sebagai ancaman keamanan nasional dan dituntut," ujar kelompok HAM tersebut.
Kala Rohani tengah menyiapkan pidatonya di Majelis Umum PBB bulan lalu, Komite untuk Perlindungan Jurnalis menyorot rekor kelam Iran perihal kebebasan media.
"Sejak 2009, Iran berada di tingkat teratas pemenjara pers terburuk di dunia setiap tahun," kelompok itu mengklaim. Menurut sensus terbaru mereka, Iran tengah memenjarakan sedikitnya 30 jurnalis, angka tertinggi kedua di dunia setelah China.
(stu)