Selat Pemisah yang Jadi Saksi Konflik Taiwan-China

Hanna Azarya Samosir | CNN Indonesia
Jumat, 06 Nov 2015 14:42 WIB
Perairan yang memisahkan kedua negara, Selat Taiwan, akan menjadi sorotan utama dalam perbincangan Presiden China dan Taiwan esok.
Walau secara diplomatis berseteru, tapi dalam bidang ekonomi China dan Taiwan mulai akrab, terutama setelah Ma Ying-jeou memimpin tahun 2008. (Reuters/Pichi Chuang dan China Daily)
Jakarta, CNN Indonesia -- Setelah enam dekade berpisah, akhirnya kedua pemimpin Taiwan dan China akan bertemu untuk pertama kalinya. Perairan yang memisahkan kedua negara, Selat Taiwan, akan menjadi sorotan utama dalam perbincangan Presiden China, Xi Jinping, dan Presiden Taiwan, Ma Ying-jeou, di Singapura pada Sabtu (7/11) esok.

Perairan di antara kedua negara tersebut memang sering kali bergolak. Selat Taiwan seolah menjadi saksi sejarah di mana kontak senjata telah beberapa kali terjadi sejak Taiwan memisahkan diri pada 1949.

Krisis Selat Taiwan pertama ,1954-1955

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Bruce A. Elleman dalam bukunya yang bertajuk Taiwan Straits: Crisis in Asia and the Role of the U.S. Navy, krisis pertama terjadi pada 1954, saat China berhasil menguasai Kepulauan Yijiangshan. Mereka pun memaksa pasukan Republik China (Taiwan) untuk meninggalkan Kepulauan Tachen. Krisis ini terjadi tak lama setelah Perang Korea yang diakhiri dengan gencatan senjata pada 1953.

Amerika Serikat, yang memang tak menyukai rezim komunis China dan melihat begitu besarnya pengaruh China akhirnya memutuskan untuk membantu mengevakuasi personel militer Taiwan dari Tachen ke Taiwan. Meski akhirnya berakhir dengan gencatan senjata, krisis ini akhirnya berlanjut ke krisis selanjutnya di selat yang sama.

Krisis Selat Taiwan Kedua, 1958

Selang beberapa tahun, intimidasi di kepulauan kecil di tengah selat tersebut kembali berlanjut. Kala itu, Taiwan masih mendiami kepulauan Matsu dan Quemoy. China akhirnya menggempur kedua kepulauan tersebut dan memukul pasukan musuhnya ke Taiwan yang tadinya disebut Pulau Formosa.

AS, lagi-lagi ikut turun tangan atas permintaan Taiwan, sesuai dengan piagam pertahanan yang diratifikasi kedua negara pada 1954. Menurut situs sejarah AS, presiden AS saat itu, Dwight D. Eisenhower, memerintahkan penurunan angkatan laut di kawasan itu, sekaligus untuk menjaga jalur pasokan ke Taiwan.

Kontak senjata kemudian berhenti dan situasi di Selat Taiwan kondusif setidaknya untuk 30 tahun selanjutnya.

Krisis Selat Taiwan Ketiga, 1996

Tahun 1996, situasi politik di Taiwan sedang panas menjelang pemilihan umum presiden. Salah satu bakal presiden, Lee Teng-hui, diyakini China berusaha mendekatkan Taiwan menuju kemerdekaan resmi.

Presiden China saat itu, Jiang Zemin, tak tinggal diam. Ia memerintahkan tes roket dan perang di Selat Taiwan demi mengintimidasi pemilih Taiwan agar tak mendukung Lee Teng-hui.

Strategi tersebut malah menjadi bumerang dan memicu konflik, hingga mendorong pasukan Amerika Serikat ke Selat Taiwan untuk menakut-nakuti China. Lee justru menang telak dalam pemilu.

Hubungan China dan Taiwan terus naik turun, hingga pada 2005 ketika China menerbitkan undang-undang, berisikan ancaman aksi militer jika Taiwan berani bergerak menuju kemerdekaan resmi. Reuters bahkan pernah melaporkan bahwa ribuan rudal China saat ini juga sudah mengarah ke Taiwan, siap ditembakkan kapanpun.

Namun dalam 20 tahun terakhir, hubungan mulai membaik. Walau secara diplomatis berseteru, tapi dalam bidang ekonomi keduanya akrab, terutama setelah Presiden Ma Ying-jeou memimpin tahun 2008.

Taiwan menanamkan investasi miliaran dolar di China, yang merupakan rumah bagi 1,3 juta orang dengan perekonomian kedua terbesar dunia. Jutaan turis dari China juga sering berlibur ke Taiwan, kendati petugas imigrasi kedua negara saling menolak paspor. Bahkan, kini sudah ada penerbangan langsung dari China ke Taiwan, negara berpopulasi 23 juta jiwa. (stu)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER