Yangon, CNN Indonesia -- Aktivis senior dan tokoh perjuangan demokrasi Myanmar, Ko Ko Gyi optimistis pihak militer tidak akan menginterupsi pemilu tahun ini dan lapang dada menerima hasilnya, yang diprediksi akan dimenangkan oleh partai Liga Nasional untuk Demokrasi, NLD. Menurutnya, disediakannya jatah 25 persen kursi untuk militer di parlemen Myanmar membuat pemilu tahun ini murni sebagai pesta demokrasi rakyat.
Ko Ko Gyi merupakan salah satu aktivis utama Generasi 88, gerakan rakyat yang meluncurkan demonstrasi besar-besaran untuk menentang pemerintahan junta militer pada 8 Agustus 1988. Demonstrasi ini berlangsung rusuh, dengan hampir 3.000 orang tewas.
Saat itu, Ko Ko Gyi termasuk salah satu dari puluhan mahasiswa yang dipukuli polisi ketika menyuarakan demokrasi di jalan, kemudian dijebloskan ke dalam penjara. Namun, demonstrasi ini berhasil melengserkan pemerintahan Ne Win dan mendesak pemerintah Myanmar untuk menggelar pemilu pada 1990.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelum memeluk demokrasi, Myanmar memiliki berbagai catatan buruk soal pemilihan umum. Pada pemilu 1990, militer menganulir hasil pemilu yang dimenangkan oleh partai oposisi Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) dan menolak lengser dari pemerintahan. Sementara pada pemilu 2010, kemenangan partai politik yang dikuasai oleh sejumlah mantan jenderal militer, USDP, diwarnai isu kecurangan dan diboikot oleh NLD.
Ditemui CNN Indonesia di rumahnya di wilayah Sanchaung Street, Yangon, Ko Ko Gyi mengaku bahagia bahwa pemilu tahun ini berjalan sesuai yang diinginkan rakyat. "Pemilu seperti ini sudah ditunggu-tunggu rakyat dari tahun 1988, jadi sudah 27 tahun lamanya rakyat menunggu. Sebagai warga, saya ikut bahagia,” katanya kepada CNN Indonesia.
Ko Ko Gyi memaparkan bahwa partai apa pun yang menang, pada dasarnya militer sudah menguasai 25 persen hasil pemilu. Hal ini dikarenakan undang-undang Myanmar yang disahkan di bawah pemerintahan junta militer mengharuskan 25 persen kursi di parlemen harus diberikan untuk kubu militer, tanpa melalui pemilihan umum oleh rakyat.
"Sejumlah jenderal militer sudah menyatakan meraka akan menerima hasil (pemilu). Lagipula, (pemilu) ini bukan 100 persen suara rakyat. Ada kursi yang disediakan untuk militer,” kata pria yang total menghabiskan 17 tahun di dalam penjara dalam beberapa kali penahanan akibat aktivitas politiknya.
Ko Ko Gyi menyebutkan pihak militer juga sudah dipastikan mengisi sejumlah posisi strategis di pemerintahan, seperti Kementerian Pertahanan, Kementerian Perbatasan dan Kementerian Dalam Negeri. "Sebanyak enam dari 11 orang Dewan Penasihat Pertahanan di parlemen juga harus dari kubu militer,” ujarnya.
Ko Ko Gyi yakin pemilu tahun ini tidak akan berakhir seperti pemilu 1990 maupun 2010, di mana NLD tidak mendapatkan kesempatan untuk ikut berpartisipasi dalam pemerintahan. Menurutnya, pemilu tahun 1990, 2010, dan 2015 memiliki latar belakang dan dinamika yang berbeda.
Aktivis yang saat ini aktif membantu kampanye NLD ini memaparkan bahwa pemilu 1990 terjadi karena dipicu oleh berbagai kerusuhan pada 1988. "Walaupun NLD menang waktu itu, pemerintahan junta militer menganulir pemilu, dengan alasan undang-undang yang mengatur pemilu belum kuat,” katanya menjelaskan.
Sementara pemilu 2010 merupakan bentuk implementasi dari undang-undang pemilihan umum yang disahkan pada 2008. Meskipun sudah memiliki undang-undang yang kuat, lanjut Ko Ko Gyi, pemilu 2010 penuh kecurangan sehingga USDP dapat menang. “Praktis hanya 1 partai saja yang bertarung dalam pemilu 2010, tentu saja hanya partai itu yang menang,” ujarnya.
Namun, pada pemilu tahun ini, Ko Ko Gyi menilai setiap rakyat dapat menentukan pilihannya sendiri.
Tidak asing dengan demokrasiKo Ko Gyi menilai meskipun Myanmar selama berpuluh tahun berada di bawah kekuasaan junta miiter, pada dasarnya rakyat Myanmar tidak asing dengan demokrasi. Pasalnya, Myanmar pernah menerapkan demokrasi parlementer di bawah pemerintahan Perdana Menteri U Nu pada 1948.
"Bisa dilihat, dibanding negara-negara lain, pemilu kali ini berjalan tanpa kerusuhan, damai dan nyaman. Ini membuktikan warga Myanmar sudah mengerti soal demokrasi dan situasi politik di dalam negeri," ujarnya.
Ko Ko Gyi, bersama dengan sejumlah tokoh aktivis Generasi 88 mengaku turut membantu menjelaskan kepada rakyat soal paham pemerintahan yang demokratis, dengan ambil bagian dalam sejumlah kampanye NLD di berbagai negara bagian. Partai yang dipimpin oleh Aung San Suu Kyi itu diprediksi menang besar dalam pemilu kali ini kendati hasil penghitungan resmi belum keluar.
Ko Ko Gyi juga menampik kabar yang beredar bahwa dia mencalonkan diri sebagai kandidat parlemen dari partai NLD. “Aktivis Generasi 88 adalah rakyat, dan akan selamanya seperti itu. Kami hanya membantu memberikan penjelasan soal apa itu demokrasi (dalam kampanye NLD),” kata Ko Ko Gyi.
Ko Ko Gyi juga menegaskan dia tidak akan duduk di pemerintahan jika NLD menang. “Biarkan kandidat yang sudah terpilih melaksanakan tugas mereka,” kata dia.
Meski demikian, Generasi 88 sudah memutuskan untuk membantu NLD, berbagai organisasi demokrasi dan kelompok etnis, untuk membantu menyebarkan paham demokrasi kepada seluruh lapisan masyarakat.
Jika NLD resmi memenangkan pemilu, Ko Ko Gyi berharap NLD mampu berdiskusi dengan perwakilan dari militer dan juga partai lainnya untuk kemudian membentuk pemerintahan Myanmar yang solid. Ko Ko Gyi juga menegaskan dia tidak akan duduk di pemerintahan jika NLD menang. “Biarkan kandidat yang sudah terpilih melaksanakan tugas mereka,” ujarnya.
"Saya berdoa agar Myanmar dapat memiliki presiden yang dapat mengatasi masalah antara sipil dan militer, berbagai etnis dan agama, menjadi jembatan antara yang kaya dan miskin,” ujar dia.
(den)