Usai Teror Paris, Rusia-Barat Diminta Bersatu Hadapi ISIS

Yohannie Linggasari | CNN Indonesia
Minggu, 15 Nov 2015 13:49 WIB
Dalam hadapi ISIS, AS dan Rusia masih berbeda pandangan terkait apakah Presiden Suriah Bashar al-Assad harus lengser dari kepemimpinannya di Suriah.
Dalam hadapi ISIS, AS dan Rusia masih berbeda pandangan terkait apakah Presiden Suriah Bashar al-Assad harus lengser dari kepemimpinannya di Suriah. (Reuters/Kevin Lamarque)
Jakarta, CNN Indonesia -- Rusia, Amerika Serikat dan sejumlah negara Eropa dan Timur Tengah menguraikan rencana pada Sabtu (14/11) untuk mempercepat proses politik di Suriah yang menuju penyelenggaraan pemilu dalam dua tahun ke depan. Meski demikian, pandangan AS dan Rusia masih tetap berbeda terkait apakah Presiden Suriah Bashar al-Assad harus lengser dari kepemimpinan.

Dikutip dari Reuters, politisi Rusia yang tak mau dipublikasikan namanya menyatakan bahwa Rusia dan Barat perlu bekerja sama untuk menghadapi ISIS di Suriah. Pemerintah Rusia ingin negara Barat untuk berhenti mengisolasi Rusia dari kebijakan-kebijakannya.

Politisi Rusia itu berharap serangan di Paris bisa menjadi pemicu untuk terjalinnya hubungan kerja sama antara Rusia dan Barat untuk melawan ISIS. Apalagi, Presiden Rusia Vladimir Putin mengutuk peristiwa tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jelas sekali bahwa langkah efektif yang bisa ditempuh untuk memerangi kejahatan ini adalah dengan melakukan upaya bersama dengan semua komunitas internasional," kata Putin.

Sergei Sobyanin, teman dekat Putin sekaligus Wali Kota Moskow, mengatakan bahwa serangan kemarin merupakan alasan lain untuk melakukan konsolidasi antara semua pihak untuk berperang melawan ISIS.

Di sisi lain, Alexey Pushkov, seorang anggota parlemen senior berharap insiden kemarin akan membuat negara Barat untuk kembali ke akal sehatnya.

"Rusia tengah berperang di Suriah untuk melawan pihak-pihak yang melakukan pembunuhan di Paris dan bagi siapapun yang mendeklarasikan perang terhadap Eropa," katanya dalam akun Twitternya.

"Inilah saatnya bagi Barat untuk berhenti mengkritik Rusia dan beralih untuk membentuk koalisi bersama," katanya lagi.

Putin frustrasi

Dalam sebuah wawancara, Putin menunjukkan rasa frustrasinya karena Amerika Serikat berulang kali menolak tawaran Rusia untuk berkoordinasi dalam melancarkan serangan udara di Suriah.

Pemerintah Rusia telah menawarkan selama berminggu-minggu kepada pemerintah Amerika Serikat untuk berbagi intelijen serta berkoordinasi dalam menyasar ISIS. Namun, pemerintah Amerika Serikat menolak tawaran itu.

"Kita perlu segera mengakhiri konflik antara negara Barat dan Rusia atas Ukraina," kata Sergey Markov, loyalis Putin.

Sebelumnya, Rusia telah meluncurkan serangan udara di Suriah untuk membantu pasukan yang loyal kepada Presiden Suriah Bashar al-Assad pada 30 September lalu. Rusia menyatakan bahwa keputusan ini diambil untuk menghindari serangan teror di masa mendatang oleh tujuh ribu warga Rusia dan warga bekas Uni Soviet yang berperang di sisi ISIS.

Akan tetapi, pemerintah Amerika Serikat menuduh pemerintah Rusia justru menarget kelompok pemberontak Assad yang didukung oleh negara Barat. Koalisi negara Barat menilai Rusia justru menarget kelompok bersenjata yang merupakan pendukung negara Barat, ketimbang menargetkan ISIS.

Konflik antara Barat dan Rusia juga memanas menjelang pemilihan presiden baru di Suriah. Negara Barat dan koalisinya menegaskan Assad harus melepaskan jabatannya, sementara Rusia dan Teheran mendukung Assad melanjutkan kepemimpinannya.

"Kami masih berbeda pandangan atas isu yang terkait Assad. Namun, kami mengandalkan pada proses politik itu sendiri, yang dipimpin oleh orang-orang Suriah, di mana itu akan membawa masalah ini maju, dan memungkinkan warga Suriah bernegosiasi dengan warga Suriah, dan pada akhirnya bisa mengakhiri masa-masa mengerikan ini," kata Menteri Luar Negeri AS John Kerry. (ama)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER