Simpatisan ISIS Jarang ke Masjid, Teradikalisasi di Internet

CNN Indonesia
Selasa, 24 Nov 2015 14:47 WIB
Para pelaku serangan di Paris adalah pemuda bermasalah yang jauh dari agama Islam. Mereka mudah teradikalisasi dengan propaganda ISIS di jalanan dan internet.
Para pelaku serangan di Paris adalah pemuda bermasalah yang jauh dari agama Islam. Mereka mudah teradikalisasi dengan propaganda ISIS di jalanan dan internet. (Reuters/Youssef Boudlal)
Jakarta, CNN Indonesia -- Tidak pernah terpikir sebelumnya Khalid Ben Larbi bisa menjadi simpatisan ISIS dan melakukan serangan bunuh diri di Paris. Pasalnya, seperti simpatisan ISIS lainnya di Belgia, Larbi adalah remaja yang senang hura-hura dan jarang ke masjid.

Seperti diberitakan Reuters, Senin (23/11), Larbi tinggal di tengah komunitas imigran Muslim Maroko di wilayah Molenbeek, Brussels, ibu kota Belgia. Di wilayah ini, pemuda seperti Larbi yang tidak pernah mendapatkan pelajaran agama Islam yang baik dan rutin ke Masjid jadi sasaran empuk radikalisasi di internet dan propaganda simpatisan ISIS lainnya.

Larbi dan tiga tersangka serangan Paris lainnya besar di wilayah ini. Tetangganya, para pekerja sosial dan imam masjid setempat mengatakan, pemuda 23 tahun itu terjerumus ke narkoba dan kejahatan sebelum akhirnya berbaiat kepada ISIS setelah diimingi petualangan dan kejayaan hidup.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Keluarga mereka di Molenbeek terkejut mengapa kerabat mereka bisa terjerumus ISIS, padahal keseharian mereka sangat jauh dari Islam.

Ben Larbi teradikalisasi oleh para penceramah bawah tanah, sosial media dan jaringan pendukung ISIS di Belgia. Pemuda ini tahun lalu hilang dan pergi ke Suriah sebelum kembali ke kampung halaman Januari 2015. Di Paris, dia meregang nyawa ditembus timah panas polisi dengan Kalashnikov di tangan.

"Ibunya sangat terkejut. Bahkan sampai sekarang, berbulan-bulan kemudian, ibunya tidak pernah keluar rumah. Larbi mengatakan ingin mengunjungi temannya, lalu tiba-tiba dia menelpon dari Suriah," kata seorang wanita di Molenbeek yang dekat dengan keluarga Larbi kepada Reuters.

Keluarga Larbi sendiri tidak bisa dihubungi untuk dimintai komentar.

Larbi berangkat ke Suriah bersama dengan remaja Molenbeek lainnya, Abdelhamid Abaaoud, yang diduga menjadi otak serangan Paris 13 November lalu.

Abaaoud kerap mengunggah video aksi kekerasan ISIS di internet. Keluarganya, sama seperti keluarga Larbi, tidak pernah menyangka Abaaoud akan berangkat ke Suriah.

Menurut Olivier Vanderhaegen, petugas anti-radikalisasi remaja di Molenbeek, keluarga para simpatisan ISIS kebanyakan tidak melaksanakan praktik agama Islam dan memiliki pengetahuan yang minim soal agama.

Molenbeek adalah wilayah padat dengan angka pengangguran pemuda yang tinggi. Masalah sosial ini diperparah dengan kenakalan remaja di permukiman kumuh. Ditambah lagi perasaan yang mendera warga keturunan Maroko yang tidak merasa jadi bagian dari Maroko atau Belgia.

"Radikalisasi yang kita lihat intinya adalah bentuk dari krisis identitas," kata Vanderhaegen.

Salah Abdeslam, yang saat ini menjadi buruan polisi, contohnya, adalah pengelola bar yang terlibat jaringan narkoba. Abdeslam kenal dengan Abaaoud di penjara, keduanya ditahan karena tindak pencurian ringan.

Baru pada awal tahun ini, menurut kakaknya, Mohamed, Saleh dan adiknya Brahim mulai shalat dan tidak meminum alkohol. Brahim, pemilik bar yang dikelola oleh Salah, meledakkan diri di kafe Voltaire Comptoir di Paris.

Kakak-beradik Abdeslam adalah cucu dari imigran Maroko yang diundang ke Belgia tahun 1960-an saat negara itu kekurangan tenaga kerja.

Mudahnya remaja di Molenbeek teradikalisasi juga karena faktor kurangnya pemuka agama yang bisa berbahasa Perancis di wilayah itu. Hal ini diakui oleh Jamal Habbachic, kepala dewan 22 masjid di Molenbeek, yang mengatakan bahwa ada dua imam di daerah itu, dan hanya satu yang bisa berbahasa Perancis.

Vaderhaegen mengatakan, hal tersebut membuat para remaja Molenbeek mudah terpancing oleh para perekruit yang bisa berbahasa "jalanan", seperti organisasi sharia4Belgium yang memiliki kampanye sosial media yang mumpuni.

"Sharia4Belgium bebas berkeliaran di jalanan kami sebelum polisi mulai bertindak," kata Habbachic.

Walikota Molenbeek Francoise Schepmans, mengakui wilayah tersebut kurang pengawasan. Sejak 2014, hanya ada empat polisi yang mengawasi ekstremisme di Molenbeek yang berpenduduk 220 ribu orang.

Sedikitnya ada 350 orang dari Belgia yang berangkat berperang ke Suriah, terbanyak per kapita di Eropa.

Ahli terorisme Belgia Rik Coolsaet mengatakan bahwa generasi anggota ISIS saat ini miskin idealisme agama dan hanya bergabung demi "petualangan, sadisme, dan pencari ketegangan."

Hal ini juga ditegaskan oleh, Mohamed Azaitraoui, pembimbing agama Islam di pusat tahanan remaja Brussels. Dia telah menghabiskan berbulan-bulan untuk membimbing pemuda 17 tahun yang diduga berhubungan dekat dengan perekruit ISIS di internet.

Bahkan Azaitraoui sendiri kini tidak melepaskan pengawasannya terhadap anak-anaknya sendiri.

"Sebaiknya tidak bangun suatu hari dan menemukan mereka telah hilang. Para pemuda ini berpikir mereka seperti Rambo: tidak terkalahkan. Mereka ditawari keselamatan di Suriah. Itu adalah mitos yang menggiurkan," ujar Azaitraoui.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER