Jakarta, CNN Indonesia -- Konferensi Tingkat Tinggi Perubahan Iklim PBB bertajuk United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) Conference of The Parties ke-21 (COP21) tengah digelar di Paris, Perancis, sejak Senin (30/11). Kali ini, sebanyak 195 negara bertekad mengambil tindakan penting demi mengurangi laju perubahan iklim, setelah bertahun-tahun upaya negosiasi di ajang itu berbuah kegagalan.
Sejumlah pidato pembukaan oleh kepala berbagai negara kompak saling mendesak agar dua pekan ke depan, ketergantungan ekonomi dunia terhadap energi fosil dapat enyah. Sang tuan rumah, Presiden Perancis Francois Hollande bahkan menyebut dunia sedang berada di "titik penentuan".
Belajar dari alotnya perseteruan antarnegara pada KTT di Kopenhagen, Denmark, enam tahun lalu, sejumlah kesepakatan penting telah muncul, namun hasilnya masih akan dipastikan di penghujung pertemuan pada minggu kedua Desember mendatang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Presiden AS Barack Obama juga menyampaikan hal serupa dengan Hollande.
"Yang harusnya jadi harapan bahwa ini merupakan momentum untuk menyelamatkan planet kita, adalah fakta bahwa semua negara berbagi urgensi yang sama atas tantangan ini, dan kesadaran yang terus tumbuh bahwa kita mampu mewujudkannya,” ujar Obama.
"Keadilan energi berarti semakin sedikit karbon yang kita hasilkan, semakin besar ruang bagi negara berkembang untuk tumbuh," ujar Perdana Menteri India, Narendra Modi, pemain penting dalam pertemuan itu berkat jumlah penduduk, serta ketergantungan negerinya akan batu bara.
Seperti tercermin dari pernyataan Modi, isu kunci KTT kali ini memang masih berkutat seputar bagaimana dunia berbagi tanggung jawab untuk beralih ke energi terbarukan.
Bedanya, AS dan China sebagai penyumbang terbesar emisi karbon dunia, sekaligus yang kerap menjegal langkah penyelamatan bumi selama puluhan tahun belakangan, telah sepakat bekerja sama untuk hijrah ke energi bersih sejak 2014 meski langkahnya belum sama cepat.
Sebab "melawan perubahan iklim adalah misi bersama umat manusia," ujar Presiden China Xi Jinping, merespons pidato Obama yang mengajak seluruh dunia untuk beraksi.
Selain menuju ekonomi hijau abad ini, keduanya juga berencana memberi bantuan finansial bagi negara-negara berkembang untuk beradaptasi dengan dampak perubahan iklim dalam pertemuan itu.
Di lain tempat, Paus Fransiskus yang baru kembali ke Roma usai kunjungan ke Afrika turut berkomentar, "Setiap tahun, masalahnya semakin parah. Kita sudah mencapai batas. Jika boleh berkata, saya menyebut kita sudah berada di titik bunuh diri."
Pendapat Paus itu nampaknya benar, serupa pandangan para ilmuwan yang khawatir bilamana konferensi di Paris gagal membuahkan langkah konkret, dunia akan dilanda suhu rata-rata yang jauh lebih panas, badai dan kemarau mematikan, dan tenggelam di bawah lelehan es kutub.
Tak boleh gagalKala pertemuan Paris dibuka dengan meriah di hadapan jutaan pasang mata, penduduk di ibu kota Beijing, China dan New Delhi, India justru terpaksa mendekam di rumah akibat kabut polusi yang memburuk bersama datangnya musim dingin.
Alhasil, KTT Perubahan Iklim kali ini benar-benar menandakan langkah bersejarah dunia sebelum selimut emisi karbon menutup seluruh bumi. Bagaimana dan kapan negara-negara mesti mengulas kembali tujuannya, dan menetapkan yang lebih tinggi, menjadi isu yang tak kalah patut dibahas dalam pertemuan itu.
"Konferensi Paris bukan garis akhir, melainkan titik tolak baru," kata Xi.
KTT juga masih diliputi ketegangan pascaserangan teror Paris oleh ISIS pada 13 November yang menewaskan 130 orang. Tak pelak, Presiden Hollande mengaku tak bisa memisahkan perlawanan terorisme dengan perubahan iklim, sebab generasi mendatang mesti bisa hidup di dunia yang bebas dari kedua ancaman itu.
Dan tak hanya para pemimpin dunia, setidaknya 785 ribu orang dari seluruh dunia turut "hadir" pada pertemuan tersebut, melalui aksi unjuk rasa perubahan iklim terbesar dalam sejarah. Bagi mereka, "Tidak Ada Planet B", yang berarti tak boleh ada kata gagal untuk kesepakatan tahun ini seperti yang terjadi pada KTT Kopenhagen pada 2009.
Tetapi kesepakatan tertulis saja tak akan cukup untuk menghentikan peningkatan suhu bumi sebelum mencapai 2 derajat Celcius.
Obama menyerukan "kerangka abadi untuk kemajuan manusia" untuk memaksa negara-negara agar terus memangkas emisi karbonnya sembari dipantau secara terbuka.
Selain bergeser ke energi terbarukan, negara maju sebagai penghasil utama karbon berkat industrialisasi mesti bertanggung jawab dengan mengimbangi dampak perubahan iklim yang telah mereka buat.
(stu/stu)