Jakarta, CNN Indonesia -- Badan pengawas atom PBB menerbitkan laporan yang menyatakan bahwa Iran diduga kuat memiliki program senjata nuklir selama bertahun-tahun.
Laporan ini diterbitkan pada Rabu (2/12), namun berkat hubungan dengan Teheran yang mulai terjalin sejak perjanjian nuklir disepakati, Washington tak terlalu khawatir.
Dalam perjanjian nuklir yang akhirnya disepakati pada Juli lalu, Perancis, Inggris, Jerman, China, Rusia, AS, akan mencabut sanksi terhadap Iran sebagai imbalan pembatasan aktivitas nuklir Teheran, yang menurut AS terkait dengan senjata.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Laporan oleh Badan Energi Atom Internasional (IAEA) menggambarkan aktivitas Iran di masa lalu setelah investigasi selama lebih dari satu dekade.
“Badan ini mengkaji bahwa bentang aktivitas yang relevan kepada pengembangan perangkat ledak nuklir dilakukan di iran hingga akhir 2003 sebagai upaya terkoordinasi,” ujar IAEA dalam laporannya.
Aktivitas itu berlanjut setelah 2003, namun tidak terlalu terkoordinasi, dan tidak adaka indikasi kredibel apapun setelah 2009.
“Laporan IAEA konsisten dengan apa yang telah lama dikaji oleh Amerika Serikat,” kata Mark Toner, juru bicara Departemen Luar Negeri AS. “Dan bahwa Iran dulu memiliki program senjata nuklir yang dihentikan pada 2003.”
Wakil Menteri Luar Negeri Iran Abas Araqchi yang juga menjadi negosiator senior soal nuklir mengatakan bahwa laporan itu menunjukkan bahwa program Iran yak punya dimensi militer.
Meski ia tak setuju dengan temuan IAEA, diplomat yang berbasis di Wina itu mengatakan laporan itu memungkinkan untuk menutup pertanyaan soal apakah aktivitas Iran di masa lalu terkait dengan senjata.
“Laporan ini mengizinkan penutupan prosedural atas PMD [kemungkinan dimensi militer] tapi ini tidak membatasi kemampuan badan [IAEA] untuk…melihat hal-hal penting jika muncul,” ujar Araqchi.
(stu)