Jakarta, CNN Indonesia -- Ketika para petugas kepolisian setempat menggerebek rumah Brent Nicholson, warga Pageland, pada awal November lalu, mereka tidak menyangka akan menemukan ribuan senjata api berkarat yang bertumpuk di balik pintu depan rumahnya di Carolina, Selatan, Amerika Serikat.
Tumpukan tinggi senapan laras panjang dan senapan berburu terlihat memenuhi ruang tamu dan kamar tidur, sementara pistol berjejer di setiap meja dan ruang dapur. Ketika polisi memeriksa garasi mobil di luar rumah, mereka menemukan lebih banyak lagi senapan.
"Ini benar-benar tumpukan senjata yang sangat banyak. Saya tidak tahu apakah kita pernah menemukan senjata sebanyak ini dalam penggerebekan sebelumnya," kata Kepala Polisi Chesterfield County, Jay Brooks, dikutip dari Reuters, Jumat (4/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Enam pekan setelah penggerebekan itu, petugas masih saja sibuk mengelompokkan jenis senjata yang ditemukan di rumah Nicholson. Juru bicara Biro Alkohol, Tembakau, Senjata Api dan Bahan Peledak AS menyatakan bahwa penemuan ribuan senjata ini mungkin operasi penggerebekan terbesar sepanjang sejarah.
Penyelidikan terhadap Nicholson dimulai ketika Nicholson kedapatan melanggar lalu-lintas pada 21 Oktober lalu. Saat itu, Wakil Kepala Polisi Carolina Selatan yang memberhentikan kendaraannya menemukan sejumlah pelat mobil palsu dan sejumlah senapan barel menyembul dari kursi belakangnya.
Memeriksa mobilnya, polisi menemukan total 20 senapan, sembilan pistol, 200 pil opium dan sejumlah pistol curian. Nicholson pun dijebloskan ke dalam penjara, dan rumahnya diperiksa.
Namun, bagaimana, sejak kapan dan mengapa Nicholson mengumpulkan ribuan senapan tersebut masih belum terungkap. Penyidik berusaha untuk menentukan apakah dia hanya terobsesi menimbun senjata atau terkait dengan "Iron Pipeline," jaringan penjualan senjata ilegal dari New Jersey dan New York ke wilayah lainnya.
Nicholson kini mendekam dalam penjara dengan berbagai tuduhan kepemilikan barang curian. Istrinya, Sharon Nicholson, menghadapi tuduhan yang sama tetapi bebas dengan uang jaminan. Sharon menolak membahas kasus ini tetapi menekankan suaminya membeli semua senjata itu secara legal.
Hingga saat ini, tidak ada batasan seberapa banyak seorang warga AS dapat memiliki senjata berapi. Tidak jelasnya bagaimana Nicholson mendapatkan semua senjatanya dan apa saja yang dia lakukan dengan ribuan senjata itu menekankan longgarnya peraturan pembelian senjata, registrasi senjata, dan perpindahan kepemilikan senjata.
Di negara bagian Carolina Selatan, tidak ada pengaturan soal pembelian, pembatasan dan pemeriksaan senjata pribadi. Sehingga, penjualan senjata perorangan, termasuk pistol menjadi marak dan tak terlacak karena tidak melibatkan dealer berlisensi.
Penemuan sekitar hampir 5.000 senjata di sebuah rumah warga sipil AS ini memberikan gambaran soal bebasnya warga AS memiliki senjata. Hal ini pun tak pelak selalu dibahas saat insiden penembakan terjadi di AS.
Insiden terakhir, penembakan di fasilitas penyandang disabilitas Inland Regional
Center, San Bernardino, menewaskan 14 orang pada Rabu (2/12). Sehari setelah penembakan anggota Senat Amerika Serikat dari Partai Republik dan Partai Demokrat kembali berdebat soal pengendalian senjata api. Namun, lagi-lagi usulan untuk memperketat kontrol senjata tak lolos.
Partai Demokrat mencoba memperluas latar belakang terhadap pembelian senjata di pameran senjata dan internet. Mereka juga mengusulkan menutup celah yang memungkinkan orang-orang yang berada di bawah pengawasan untuk membeli senjata dan bahan peledak.
Kedua upaya itu gagal menabrak oposisi mereka, Partai Republik yang mayoritas.
Partai Republik mengatakan bahwa pemerintah bisa saja keliru menempatkan seseorang dalam daftar pengawasan, menolak hak konstitusional mereka untuk membeli senjata. Asosiasi Senapan Nasional yang berpengaruh juga telah memberi argumen yang sama. (ama)