Jakarta, CNN Indonesia -- Seorang pelaku perkosaan dibebaskan setelah dinyatakan di bawah umur saat kejahatan itu dilakukan pada 2012 lalu. Peristiwa ini memicu protes ratusan orang yang menganggap keputusan tersebut tidak adil.
Kasus perkosaan tahun 2012 itu memicu perhatian dunia terkait maraknya kejahatan terhadap perempuan di India. Menurut laporan polisi, perkosaan terjadi setiap 20 menit di India.
Pelaku yang berusia 17 tahun saat itu bersama lima orang dewasa memperkosa seorang mahasiswi di atas bus. Korban dilemparkan dari atas kendaraan yang melaju kencang. Wanita itu tewas dua pekan kemudian setelah menjalani perawatan intensif di Singapura.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kasus ini menuai gejolak di India, memicu aksi protes ratusan orang. Didesak masyarakat, pemerintah India mempercepat pengadilan dan menjatuhkan vonis mati pada lima orang tersangka dewasa, kecuali pelaku remaja yang dipenjara di rumah tahanan anak. Seorang di antara mereka tewas bunuh diri di penjara.
Setelah menjalani tiga tahun di penjara khusus anak, pelaku yang tidak disebut namanya ini dibebaskan. Dia kini akan ditempatkan di pusat rehabilitasi yang dikelola lembaga non-pemerintahan.
Dikutip dari
CNN, keputusan pengadilan India tersebut kembali menuai protes. Ratusan orang, termasuk orang tua korban, turun ke jalan di New Delhi, mendesak diterapkan hukuman lebih berat kepada pelaku.
Sebelumnya Jumat lalu, pengadilan Delhi tidak mengabulkan petisi dari politisi Subramanian Swamy untuk menjatuhkan hukuman lebih berat kepada pelaku dengan alasan pembebasan telah sesuai dengan undang-undang.
"Walau dengan berbagai upaya, remaja itu bebas hari ini. Saya sangat menyesalinya," kata Badrinath Singh, ayah korban.
Aksi protes sempat berlangsung ricuh setelah terlibat bentrok dengan aparat.
Ibu korban, Asha Singh, mengaku sempat berjanji pada putrinya akan memperjuangkan hukuman berat bagi para pelaku. Namun kini dia merasa kalah.
"Kejahatan telah menang, kami kalah. Upaya kami selama tiga tahun telah gagal," kata Asha.
"Dia layak mendapatkan hukuman yang sama seperti empat orang lainnya yang divonis mati. Seharusnya ini menjadi contoh sejarah bagi masyarakat, bahkan jika memperlakukan wanita dan gadis seperti ini, tidak akan ada yang diampuni," lanjut dia.
(stu)