Jakarta, CNN Indonesia -- Uni Emirat Arab memanggil Duta Besar Iran untuk negaranya, Mohammed Reza Fayyad, setelah mendengar kabar mengenai penyerangan terhadap dua kantor diplomatik Arab Saudi di Teheran pada akhir pekan lalu.
Para demonstran menyerang Kedutaan Besar Arab Saudi di Teheran pada Minggu (2/1) dalam rangka unjuk rasa protes atas eksekusi mati Saudi terhadap seorang ulama Syiah, Nimr al-Nimr. Ia dieksekusi bersama 46 terpidana terorisme lainnya.
Massa mencoba merangsek masuk gedung, menghancurkan furnitur dan memantik api, sebelum akhirnya berhasil dibubarkan polisi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Protes serupa terjadi di kantor Konsulat Saudi di Kota Mashhad. Saudi kemudian langsung memutuskan hubungan diplomatiknya dengan Iran.
"Aksi ini merupakan pelanggaran terhadap berbagai piagam dan norma internasional," ujar Menteri Luar Negeri Uni Emirat Arab seperti dilansir media pemerintah, Emirates News Agency, dikutip dari
Al-Arabiya.
UAE lantas memanggil Fayyad dan memberikan nota protes terhadap "intervensi dalam masalah kedaulatan negara persaudaraan dari Kerajaan Arab Saudi."
Sebelumnya, Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) menyatakan dukungannya terhadap Saudi dalam memberantas terorisme. Mereka juga melontarkan protes atas campur tangan Iran dalam urusan dalam negeri beberapa negara anggota GCC.
Sementara itu, Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Federica Mogherini, mengingatkan Menteri Luar Negeri Iran, Javad Zarif, bahwa ketegangan antara Teheran dan Riyadh dapat menghambat upaya pencarian solusi politik untuk mengatasi krisis di Suriah.
Menurut peneliti senior dari Universitas Oxford, Toby Matthiesen, ketegangan ini memang dapat menambah runyam skala besar isu di kawasan, dari krisis Suriah hingga Yaman.
Iran dan Arab Saudi mendukung kelompok yang bertentangan di Suriah. Sementara itu, Irak juga mendukung kelompok lawan di dalam konflik Yaman, yaitu Houthi.
Pada Maret tahun lalu, Saudi melancarkan operasi militer di Yaman untuk menggempur Houthi, minoritas Syiah yang berhasil mengambil alih istana kepresidenan. Saudi dan beberapa negara Sunni lain menuding bahwa Houthi dipersenjatai dan dibiayai oleh Iran. Namun, Iran membantah tuduhan tersebut.
Gencatan senjata di Yaman berakhirDi hari eksekusi Nimr, Saudi mengumumkan berakhirnya gencatan senjata yang sudah dilaksanakan sejak 15 Desember lalu. Saudi mengklaim bahwa pasukan Houthi dan sekutunya telah menembakkan rudal balistik ke perbatasan selama masa gencatan senjata.
Dean bahkan yakin bahwa dampak regional akan semakin suram. Pasalnya, Raja Salman dan anaknya, Mohammed, selaku Menteri Pertahanan, bersama Menteri Dalam Negeri Arab Saudi, Mohammed bin Nayef, memasang target untuk membalikkan keadaan setelah berpuluh tahun Iran memegang kuasa di kawasan.
Januari tahun lalu, saat Salman dinobatkan menjadi Raja, Dean memprediksi bahwa Saudi akan mengambil langkah lebih tegas dan posisi perlawanan kuat terhadap Iran dan sekutunya di kawasan.
Kini, analis akan lebih menyorot bagaimana reaksi Syiah di Provinsi Timur. Sejauh ini, mereka lebih menahan diri sendiri ketimbang protes, termasuk saudara Nimr.
"Masih ada 20 pemuda Syiah yang ada dalam daftar hukuman mati di Saudi. Saya pikir, pemimpin Syiah akan lebih memilih mereka dibebaskan daripada memulai kampanye protes besar lainnya saat ini," ucap Matthiesen.
Dean juga mengamini pernyataan Matthiesen. Menurut seorang sumber Syiah di dalam Kerajaan Saudi, kebanyakan komunitas takut melakukan protes. Mereka khawatir pihak otoritas akan bereaksi cepat dengan pasukan bersenjata dan pertumpahan darah tak terhindarkan.
Kendati demikian menurut Matthiesen, para militan muda pendukung Nimr tidak akan tinggal diam. "Secara keseluruhan, saya terkejut dan saya pikir ini akan sangat buruk bagi hubungan sektarian di Saudi," katanya.
(stu/stu)