Jakarta, CNN Indonesia -- Retaknya hubungan Iran dan Arab Saudi yang dipicu dari eksekusi ulama Syiah pada akhir pekan ini dinilai dapat memengaruhi hubungan Amerika Serikat dengan Saudi yang kemudian dapat menghambat upaya untuk mengakhiri perang sipil Suriah.
Keputusan pemerintah Saudi untuk mengeksekusi ulama Syiah, Sheikh Nimr al-Nimr pada Sabtu (2/1), meskipun sudah menerima peringatan dari AS, menggambarkan keterbatasan pengaruh AS di Saudi.
Selain itu, keputusan Saudi untuk memutuskan hubungan diplomatik dengan Iran menyusul insiden penyerbuan kantor kedutaan besar Saudi di Teheran merupakan keputusan yang bertentangan dengan upaya AS untuk mempromosikan perbaikan hubungan kedua negara, khususnya soal penanganan konflik di Suriah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Duta besar Saudi untuk PBB, Abdullah Al-Mouallimi, pada Senin (5/1) mengatakan Saudi akan menghadiri pembicaraan PBB terkait konflik di Suriah yang akan dimulai pada 25 Januari mendatang di Jenewa. Meski demikian, Mouallimi menyatakan tak begitu optimis akan keberhasilan dari upaya perundingan ini.
Sejumlah pejabat AS mengakui keretakan diplomatik antara Saudi dan Iran mengurangi peluang bagi proses perdamaian. "Ini akan membuatnya jauh lebih sulit," kata seorang pejabat yang berbicara tanpa menyebut nama.
"Ini jelas sangat rapuh," kata seorang pejabat senior AS lainnya.
Namun kisruh ini diprediksi tak akan terlalu berpengaruh pada hubungan Saudi-AS.
Sejumlah pejabat AS menyatakan mereka percaya Riyadh dan Washington memiliki begitu banyak kepentingan bersama, sehingga satu sama lain tidak akan melakukan pelanggaran yang mendasar. Kepentingan bersama AS dan Saudi antara lain memastikan aliran minyak tidak terhambat, bersama-sama memerangi kelompok militan al-Qaidah dan ISIS, serta menyelesaikan kontrak senjata yang besar.
Pejabat AS dan Saudi akan melanjutkan kerja sama dalam penjualan amunisi presisi AS yang bernilai US$1,29 miliar yang disetujui pada November tahun lalu, menurut sumber militer. Kesepakatan yang rencananya akan diselesaikan dalam beberapa bulan mendatang dapat digunakan untuk menambah pasokan bom dan rudal yang digunakan dalam serangan udara pimpinan Saudi melawan pemberontak Houthi yang didukung Iran di Yaman.
Perjanjian terpisah soal pembelian empat kapal perang permukaan dari Lockheed Martin Corp senilai US$11,25 miliar yang disetujui pada Oktober lalu, juga diperkirakan akan tetap berjalan.
"Hubungan pertahanan Saudi-AS sangat besar, melampaui pergantian presiden dan raja dan akan terus bergulir," kata Michael Knights, pakar dari lembaga
think tank Washington Institute for Near East Policy.
Meskipun memiliki hubungan yang baik, Saudi kerap kali mengirimkan sinyal ingin meluncurkan tindakan militer independen, termasuk ketika Saudi hanya mengirimkan sedikit informasi ketika memulai koalisi menggempur Houthi di Yaman.
Selain itu, bulan lalu, Saudi mengumumkan pembentukan aliansi militer Islam untuk memerangi terorisme, yang terdiri dari 34 negara anggota tanpa AS.
Riyadh juga selalu mengkirtik kesepakatan nuklir Iran dengan AS yang terjadi pada masa pemerintahan Obama.
Di tahun terakhir Obama sebagai presiden, Saudi sepertinya akan mulai merancang bentuk kerja sama dengan presiden AS selanjutnya, menurut perkiraan Nawaf Obaid, pakar di Pusat Belfer untuk Ilmu Pengetahun dan Hubungan Internasional Univeristas Harvard.
"Tidak ada ekspektasi yang tertinggal di administrasi [Obama] ini. Semuanya akan dimulai dari awal ketika Obama melepaskan jabatannya," kata pakar yang memiliki hubungan kuat dengan sejumlah pejabat Saudi.
(stu)