Jakarta, CNN Indonesia -- Setidaknya dua masjid Muslim Sunni di Irak diserang, menyebabkan dua orang tewas. Aksi ini diduga sebagai pembalasan atas eksekusi ulama Syiah, Nimr al-Nimr akhir pekan lalu oleh Saudi.
Kementerian Dalam Negeri Irak mengonfirmasi serangan terhadap sejumlah masjid Sunni pada Minggu di wilayah Hilla, sekitar 100 km sebelah selatan Baghdad. Perdana Menteri Irak, Haider al-Abadi menyalahkan insiden ini kepada "Daesh [ISIS] dan orang-orang yang mirip dengan mereka," tanpa penjelasan lebih lanjut.
Abadi memerintahkan pemerintah provinsi setempat "untuk memburu geng kriminal" yang menyerang masjid.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut pemantauan juru kamera Reuters yang mengunjungi lokasi kejadian, serangan terhadap sebuah masjid di pusat kota Hilla menghancurkan kubah dan beberapa dinding. Anggota dewan provinsi setempat, Falah al-Khafaji dan sumber dari kepolisian mengungkapkan bahwa seorang penjaga di gedung itu dibunuh.
"Kami melihat asap membumbung dari kubah masjid. Kami menemukan semua dinding hancur dan furnitur hancur berantakan," kata warga setempat, Uday Hassan Ali.
Sebuah masjid lain di pinggiran utara Hilla juga diserang. Khafaji dan sumber dari kepolisian mengungkapkan seorang ulama Sunni tewas dalam insiden yang terpisah di Iskandariyah, sekitar 40 km sebelah selatan Baghdad.
"Kami memiliki petunjuk dan mengambil sejumlah upaya keamanan di sekitar masjid," kata Khafaji, sembari berjanji pihaknya akan membangun kembali masjid yang hancur.
Eksekusi Nimr, ulama yang dinilai teroris oleh Saudi tetapi dikenal oleh warga Iran sebagai kritikus yang vokal terhadap hak warga Syiah di Saudi, memicu aksi protes besar-besaran dari warga Muslim Syiah di Irak.
Protes dilakukan secara terpisah di ibu kota Baghdad dan sejumlah kota lainnya di wilayah selatan. Kelompok milisi Syiah yang didukung kuat oleh Iran menekan Baghdad untuk memutuskan hubungan dengan Riyadh.
Di Baghdad, demonstran membawa potret Nimr yang tengah memakai jenggot abu-abu dan sorban putih, berunjuk rasa di luar Zona Hijau, atau Green House, kompleks perumahan milik pemerintah yang dijaga ketat.
Polisi yang berjaga mencoba memukul mundur sekelompok pengunjuk rasa yang mencoba menyeberangi garis kawat berduri saat mereka meneriakkan "Al-Saud terkutuk," mengacu kepada keluarga penguasa Saudi.
Protes serupa diadakan di Basra, kota terbesar di selatan Irak, dan di sejumlah kota yang dihuni mayoritas Syiah, seperti Najaf dan Karbala.
Sejumlah politisi, anggota milisi dan ulama Irak terkemuka juga menyerukan pemutusan hubungan diplomatik terhadap Saudi, yang baru saja akan kembali dimulai.
Pekan ini, kantor kedutaan besar Saudi di Baghdad kembali dibuka. Sebelumnya, kedubes Saudi di Baghdad ditutup akibat memburuknya hubungan kedua negara karena invasi Irak ke Kuwait pada 1990 silam. Perbaikan hubungan Saudi-Irak menggarisbawahi kerja sama regional untuk meningkatkan perlawanan terhadap kelompok militan ISIS.
Meski Abadi dan kementerian luar negeri Irak mengutuk eksekusi terhadap Nimr, keduanya tidak memberikan indikasi akan merespon ekskusi itu lebih lanjut.
Milisi Syiah yang didukung kuar oleh Iran, Asaib Ahl al-Haq, memperingatkan pemerintah Irak akan lambannya respon terhadap eksekusi Nimr oleh Saudi.
"Kami menuntut pemerintah mengusir duta besar Saudi, atau pemerintah akan bertanggung jawab atas reaksi masyarakat," katanya dalam sebuah pernyataan yang menyerukan pelaksanaan hukuman mati terhadap "teroris" Arab.
Irak dilanda pertumpahan darah sektarian selama bertahun-tahun, terutama antara minoritas Sunni dan mayoritas Syiah yang diberdayakan setelah invasi AS pada 2003. Pertempuran melawan militan ISIS, yang beraliran Sunni dan telah menguasai sebagian besar wilayah di sebelah utara dan barat Irak hanya memperburuk ketegangan sektarian di negara ini.
(ama)