Jakarta, CNN Indonesia -- Uji coba nuklir Korea Utara yang menggegerkan dunia dibalas Korea Selatan dengan siaran campuran musik K-pop serta pembicaraan mengenai pakaian mahal dan tas mewah.
Di sekitar bukit Kota Gimpo yang berbatasan langsung dengan Korut, berdiri satu dari sebelas tumpukan pengeras suara berkekuatan tinggi. Salah satu siarannya menyebut nama Kim Jong Un, pemimpin tertinggi Korut yang hari ini, Jumat (8/1), diyakini sedang merayakan hari jadi ke-33.
"Pakaian Kim Jong Un dan Ri Sol Ju [istri Kim] bernilai puluhan ribu dolar dan tasnya juga berharga ratusan dolar juga," ujar seorang penyiar pria seperti dikutip Reuters.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Siaran tersebut dapat terdengar hingga 10 kilometer saat siang hari, bahkan 24 kilometer ketika malam menjelang. Cukup jauh untuk dapat didengar oleh para tentara di perbatasan, bahkan warga sipil di Korut.
Departemen psikologi militer Korsel memproduksi konten stasiun radio Voice of Freedom dengan banyak bahasan selama enam jam sehari dimulai pada Jumat siang waktu setempat.
Di awal siaran, Korsel mengkritik klaim Korut yang menyatakan sudah melancarkan bom hidrogen. Pemerintah Amerika Serikat dan beberapa ahli meragukan Korut dapat menciptakan semutakhir itu.
"Uji coba nuklir tersebut membuat Korut semakin terisolasi dan menjadi tanah kematian," kata seorang penyiar. Dalam siaran lain bahkan kebijakan khas Kim untuk membangun ekonomi dan kapasitas nuklir tidak memiliki nilai realistis.
Para pembelot Korut mengatakan, siaran tersebut akan meninggalkan kesan membekas bahwa ada lagu tanpa kandungan pesan ideologi, hanya mengenai kasih sayang, tak seperti yang selama ini berkumandang di Korut.
Dalam siaran tersebut memang dipasang pula lagu-lagu K-pop, mulai dari "Let Us Love Each Other" hingga "Bang Bang Bang" dari boyband kenamaan Korsel, BIGBANG.
Bagi dunia luar, siaran ini mungkin dianggap merupakan simbol kebebasan dan demokrasi, bagaimana orang diizinkan menikmati kasih sayang dan hidup. Namun sebenarnya, Korut dapat murka besar.
Korut menganggap siaran tersebut sebagai serangan atas harga diri pemimpin dan sistem politik mereka. Siaran propaganda semacam ini sudah pernah membuat berang Korut hingga menembakkan artileri ke arah perbatasan Agustus tahun lalu.
Baku tembak pun tak terhindarkan. Hingga akhirnya tercapai sebuah kesepakatan bahwa Korsel akan menghentikan siaran tersebut.
Setelah itu, Korut berhenti menembak dan mengaku menyesal atas ledakan di daerah perbatasan Zona Demiliterisasi atau DMZ yang melukai tentara Korsel.
(stu)