Australia Kembali Berdebat soal Negara Republik

Reuters | CNN Indonesia
Senin, 25 Jan 2016 16:55 WIB
Perdebatan terkait perubahan Australia menjadi negara republik kembali muncul setelah tujuh dari delapan kepala negara bagian menandatangani petisi dukungan.
Ratu Elizabeth adalah kepala negara Australia yang bisa membubarkan parlemen negara itu. (Getty Images/Chris Jackson)
Sydney, CNN Indonesia -- Pemimpin tujuh dari delapan negara bagian dan wilayah Australia menandatangani satu petisi yang berisi dukungan negara itu menjadi satu negara republik.

Perdebatan Australia menjadi negara republik merupakan perdebatan abadi yang sering kali muncul menjelang Hari Australia setiap tanggal 26 Januari. Ini adalah hari libur nasional untuk memperingati awal warga Inggris bermukim di wilayah itu. 

Australia adalah negara kerajaan secara konstitusional dengan Ratu Elizabeth dari Inggris sebagai kepala negara. Peran ini hanya peran seremonial semata, tetapi kepala negara  memiliki kekuasaan untuk membubarkan parlemen.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hal ini pernah terjadi pada 1975 ketika Ratu Elizabeth membubarkan pemerintah.

“Australia menjadi satu negara berdaulat bukan hanya perdebatan semata,” kata Perdana Menteri negara bagian Australia Selatan Jay Weatherill, yang juga menandatangani petisi itu.

“Setiap negara merdeka pasti ingin memilih salah satu warga negaranya sebagai kepala negara,” katanya dalam pernyataan tertulis.

Harapan untuk ada perubahan pandangan muncul ketika Perdana Menteri Malcolm Turnbul, seorang politisi yang ingin membuat Australia menjadi negara republik, mengambil alih kekuasaan dari Tony Abbot yang berhaluan mendukung kerajaan.

“Komitmen saya agar Australia memiliki kepala negara warga Australia belum pupus,” kata Turnbul, yang mengetuai Gerakan Republik Australia pada 1990-an, dalam pernyataan tertulis terkait deklarasi para kepala negara bagian yang diterbitkan Senin (25/1) ini.

Akan tetapi, Turnbul sebelumnya mengatakan masalah ini bukan prioritas dan dia memandang tidak akan ada satu referendum nasional selama Ratu Elizabeth berkuasa.

Pada 1999 diselenggarakan satu referendum terkait pilihan menjadi negara republik, namun 55 persen suara warga menolaknya.

Kelompok yang mendukung negara republik mengatakan kekalahan itu karena suara warga terpecah terkait cara pemilihan kepala negara.

Jajak pendapat dalam beberapa tahun belakangan memperlihatkan dukungan bagi negara republik masih beragam, dan sebagian besar mengungkap bahwa ada mayoritas kecil dalam suara masyarakat yang mendukungnya. (yns)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER