Mantan PM Suriah: Assad Tak Mau Solusi Politik

Hanna Azarya Samosir | CNN Indonesia
Jumat, 29 Jan 2016 11:39 WIB
Pemimpin oposisi Suriah mengatakan bahwa Presiden Bashar al-Assad tak punya keinginan untuk mencapai solusi politik untuk mengakhiri perang sipil di negaranya.
Menurut mantan Perdana Menteri Suriah, Riyad Hijab, Presiden Bashar al-Assad hanya ingin solusi militer untuk mengatasi perang sipil di negaranya. (Reuters/SANA/Handout)
Jakarta, CNN Indonesia -- Sehari sebelum pembicaraan damai digelar di Jenewa, Swiss, pemimpin koalisi oposisi Suriah, Riyad Hijab, mengatakan kepada CNN bahwa Presiden Bashar al-Assad tak punya keinginan mencapai solusi politik untuk mengakhiri perang sipil berkepanjangan di negaranya.

"Saya kenal Bashar al-Assad. Saya pernah menjadi perdana menterinya sebelum saya membelot. Saya tahu mengenai perilaku barbarnya," ujar Hijab pada Kamis (28/1) dari Riyadh, Arab Saudi, negara yang mendukung kelompoknya.

Hijab memang menjabat sebagai perdana menteri dalam pemerintahan Assad pada 2012 selama dua bulan sebelum ia akhirnya mengundurkan diri. Dari pengalaman dua bulan tersebut, Hijab mengaku cukup mengenal sosok Assad.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


"Ia hanya yakin dalam solusi militer. Ia tidak mau proses politik. Begitu pula dengan Rusia. Mereka hanya mau resolusi militer. Itulah mengapa mereka menghadiri pembicaraan damai, untuk menggagalkannya," tutur Hijab.

Rusia campur tangan dalam konflik ini setelah sekutu terdekatnya, Assad, meminta bantuan pada November lalu. Saat itu, Moskow mengatakan bahwa tujuan utama mereka adalah untuk menggempur ISIS. Namun, Amerika mengatakan bahwa Rusia juga mengebom posisi oposisi Suriah sehingga warga sipil pun menjadi korban.

Dengan banyaknya pihak yang bertikai di Suriah, konflik kian rumit. Akhirnya, Perserikatan Bangsa-Bangsa mengambil inisiatif untuk mengadakan perundingan damai.

Dijadwalkan dimulai hari Senin, negosiasi tersebut terpaksa diundur hingga Jumat (29/1) lantaran ututsan khusus PBB, Staffan de Mistura, belum melansir jelas kelompok oposisi mana yang akan diajak berunding dengan pemerintah Suriah. Mistura berencana akan mendatangi satu persatu setiap faksi yang berperang.
Saat diwawancara oleh Christiane Amanpour, kelompok Hijab juga belum mengetahui apakah akan datang ke perundingan tersebut. Namun, Hijab menyatakan kesiapan kelompoknya untuk mengikuti perundingan damai ini.

"Kami sangat serius dengan perundingan damai ini dan kami siap kapan pun," katanya.

Namun sebelum bernegosiasi, kata Hijab, kelompoknya harus melihat implementasi persetujuan kemanusiaan yang sudah disepakati dalam resolusi Dewan Keamanan PBB pada Desember lalu.

Dokumen tersebut berisi mandat agar semua pihak "secepatnya memberikan akses kemanusiaan secara aman dan tanpa hambatan" dan "segera menghentikan serangan terhadap warga sipil."

Hijab mengatakan bahwa koalisinya sudah mengirimkan surat kepada Seketaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon, untuk meminta perkembangan dari implementasi resolusi tersebut.

"Kami tak mengetahui kondisi sebelumnya. Yang kami minta hanyalah semua orang untuk memenuhi komitmennya," ucap Hijab.
Juru bicara Mistura, Michael Contet, mengatakan kepada CNN bahwa utusan PBB sudah menjawab surat Hijab pada Rabu (27/1).

"Respons kami mengindikasikan bahwa cara paling efisien untuk menjalankan permintaan membangun kepercayaan dan gencatan senjata adalah dengan kehadiran [oposisi Komite Negosiasi Tinggi] di Jenewa dan mendiskusikan implementasinya dengan PBB, dan melalui kami, dengan semua pihak terkait," papar Contet.

Sebagai tindak lanjut atas wawancara ini, salah satu orang yang bekerja dengan Hijab, Mohammed Alaa Ghanem, mengatakan bahwa koalisi oposisi mereka baru saja menerima telepon dari Jan Eliasson. Wakil Sekjen PBB tersebut sekali lagi meminta kelompoknya untuk datang.

"Kami ingin hadir, tapi tolong kerja sama dengan kami sehingga masyarakat kami puas," kata Ghanem menirukan perkataan Hijab kepada Eliasson. (ama)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER