Vatikan: Uskup Tak Perlu Laporkan Pelecehan Anak

Amanda Puspita Sari | CNN Indonesia
Kamis, 11 Feb 2016 11:02 WIB
Para uskup diberitahu bahwa tak selalu menjadi tugas mereka melaporkan tuduhan pelecehan anak yang dilakukan oleh pemuka agama.
Ilustrasi uskup (luoman/Thinkstock)
Jakarta, CNN Indonesia -- Gereja Katolik menyatakan kepada para uskup yang baru diangkat bahwa tidak selalu menjadi tugas mereka untuk melaporkan tuduhan pelecehan anak yang dilakukan oleh pemuka agama kepada pihak berwenang.

Menurut laporan The Independent pada Kamis (11/2), hal tersebut tercantum dalam sebuah dokumen yang menjelaskan bagaimana para uskup berurusan dengan tuduhan pelecehan anak. Dokumen itu menunjukkan bahwa hanya korban atau keluarga korban yang harus membuat keputusan untuk melaporkan pelecehan anak ke pihak kepolisian.
Dokumen yang baru dirilis oleh Vatikan pada konferensi pers awal bulan ini merupakan bagian dari program pelatihan yang lebih luas untuk uskup yang baru diangkat. Pedoman tentang pelecehan anak telah disampaikan kepada para uskup baru pada September lalu dalam pelatihan tahunan yang diselenggarakan oleh Kongregasi untuk Para Uskup.

Dokumen ini menekankan bahwa tugas uskup hanyalah mengatasi tuduhan pelecehan anak secara internal. Meski demikian, para uskup diminta untuk menyadari hukum setempat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Rincian tersebut dilaporkan oleh John Allen, editor dari situs berita Katolik, Cruxnow.com.
"Menurut keadaan hukum perdata dari masing-masing negara yang mewajibkan pelaporan pelecehan anak, tidak selalu menjadi tugas uskup untuk melaporkan tersangka kepada pihak berwenang, polisi atau jaksa negara pada saat mereka menyadari tindak kejahatan atau perbuatan dosa," bunyi dokumen tersebut.

Dokumen yang berisi pedoman untuk para uskup itu ditulis oleh uskup kontroversial dan psikoterapis, Tony Anatrella, yang menjabat sebagai konsultan untuk Dewan Kepausan untuk Keluarga.

The Guardian pada Rabu (10/2) melaporkan bahwa meskipun panduan itu mengakui "gereja telah sangat terpengaruh oleh kejahatan seksual yang dilakukan terhadap anak-anak," ia menekankan statistik menunjukkan sebagian besar serangan seksual terhadap anak-anak dilakukan di lingkungan keluarga dan oleh teman-teman serta tetangga.

Allen mencatat bahwa Komisi Kepausan untuk Perlindungan Anak di Bawah Umur, sebuah komisi khusus yang dibentuk oleh Paus Fransikus, dinilai tidak berperan dalam program pelatihan. Komisi ini seharusnya mengembangkan panduan untuk mencegah dan menangani kasus pelecehan anak yang dilakukan oleh pemuka agama.
Meski demikian, seorang pejabat gereja yang dekat dengan komisi pelecehan itu menyatakan bahwa posisi komite itu dalam melaporkan pelecehan anak kepada otoritas sipil merupakan "kewajiban moral, baik diharuskan oleh hukum sipil maupun tidak". Pejabat yang enggan disebut namanya itu menyatakan bahwa komisi tersebut akan mulai terlibat dalam pelatihan para uskup di masa mendatang.

Sebelumnya, Paus Fransiskus menyerukan gereja untuk tidak memberikan toleransi kepada kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur atau orang dewasa yang rentan yang dilakukan oleh pendeta. Paus menyatakan "segala sesuatu harus dilakukan untuk menyingkirkan momok pelecehan seksual dari gereja."

SNAP, kelompok advokasi untuk korban pelecehan seksual yang berbasis di AS meluncurkan kritik terhadap Paus Fransiskus atas masalah ini. SNAP menyatakan bahwa berita yang diuraikan dalam artikel Allen membuktikan bahwa substansial gereja tidak berubah.

"Ini menyebalkan dan berbahaya, bahwa begitu banyak yang percaya mitos bahwa uskup telah mengubah cara mereka menghadapi kasus pelecehan, dan bahwa begitu sedikit perhatian [publik] padahal begitu banyak bukti bermunculan, seperti yang diungkapkan Allen ini," bunyi pernyataan kelompok tersebut. (ama/den)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER