Rusia Tawarkan Gencatan Senjata di Suriah Mulai 1 Maret

Amanda Puspita Sari/Reuters | CNN Indonesia
Kamis, 11 Feb 2016 19:17 WIB
Seorang pejabat negara Barat menyatakan bahwa Rusia telah membuat proposal untuk memulai gencatan senjata di Suriah pada 1 Maret 2016.
Moskow mengklaim serangan udara itu hanya menargetkan kelompok militan ISIS, namun sejumlah laporan menyebutkan bahwa semakin banyak korban sipil berjatuhan akibat serangan udara Rusia. (Reuters/Ammar Abdullah)
Jakarta, CNN Indonesia -- Seorang pejabat negara Barat menyatakan bahwa Rusia telah membuat proposal untuk memulai gencatan senjata di Suriah pada 1 Maret 2016.

Namun, sumber yang tak dipublikasikan namanya menyatakan Washington memiliki sejumlah keberatan atas tawaran Rusia hingga kesepakatan untuk memulai gencatan senjata belum tercapai.

Sejumlah negara besar dunia memang tengah menekan Rusia untuk menghentikan pengeboman di Suriah, utamanya di sekitar Aleppo untuk mendukung upaya pemerintah Suriah untuk merebut kembali kota tersebut dari cengkraman militan ISIS.
Pada pertemuan tertutup 12 anggota Dewan Keamanan PBB pada Rabu (10/2), sejumlah anggota DK PBB menekan Rusia agar mengakhiri pengeboman di Aleppo secepatnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Rezim Suriah dan sekutunya tidak bisa berpura-pura mengulurkan tangan kepada oposisi sementara dengan tangan yang lain mencoba menghancurkan mereka," kata Duta Besar Perancis untuk PBB, Francois Delattre.

Sementara, Menteri Luar Negeri AS, John Kerry tengah mendorong gencatan senjata dan akses untuk mengirimkan lebih banyak bantuan kemanusian ke Aleppo, di mana akes ke sejumlah daerah yang dikuasai pemberontak sudah dipotong. PBB juga memperingatkan hal ini dapat berdampak kepada tersendatnya bantuan kemanusiaan.

Kondisi di Aleppo diprediksi semakin mengkahwatirkan. Sejumlah pekerja bantuan menyatakan pada Rabu (10/2) bahwa pasokan air ke Aleppo tidak lagi berfungsi. Padahal, kota ini masih dihuni sekitar dua juta orang.
Kerry berharap pertemuan antara Rusia, Amerika Serikat, Arab Saudi, Iran dan sejumlah negara lainnya di Munich, Jerman pada Kamis (11/2) akan berujung kesepakatan yang dapat menghidupkan kembali upaya perundingan damai yang kandas awal bulan ini.

Diberitakan kantor berita Rusia, Tass, Wakil Menteri Luar Negeri Rusia, Gennady Gatilov menyatakan pada Kamis (11/2) bahwa Rusia siap berdiskusi soal kemungkinan gencatan senjata di Suriah pada pertemuan di Munich.

"Kami siap membahas modalitas gencatan senjata. Ini yang akan dibahas di Munich," katanya.

Meski demikian, Duta Besar Rusia untuk PBB, Vitaly Churkin menyatakan serangan udara Rusia dilakukan "secara transparan" dan sejumlah anggota Dewan Keamanan PBB telah "melampaui batas" dengan memanfaatkan isu-isu kemanusiaan untuk kepentingan politik.

"Mereka agak kasar dengan menggunakan isu-isu kemanusiaan, kami percaya, [pasti ada] peran destruktif sejauh proses politik yang bersangkutan," kata Churkin, sembari menambahkan bahwa mengingat isu kemanusiaan disinggung dalam konflik Suriah, DK PBB juga harus mulai membahas soal konflik Yaman dan Libya secara teratur.

Kremlin menolak klaim bahwa pihaknya telah meninggalkan diplomasi dan mengejar solusi militer, dan memaparkan bahwa pihaknya akan terus memberikan bantuan militer kepada Assad untuk melawan "kelompok teroris".

Korban berjatuhan

Dokter yang bekerja di kedua sisi perbatasan Suriah-Turki menyatakan bahwa mereka mulai kewalahan mengobati luka akibat serangan udara. Moskow mengklaim serangan udara itu hanya menargetkan kelompok militan ISIS, namun sejumlah laporan menyebutkan bahwa semakin banyak korban sipil berjatuhan akibat serangan udara Rusia.
"Kami semakin melihat apa yang kita sebut luka trauma ganda karena bom dan senjata berat yang mereka gunakan. Ada kasus luka bakar yang besar, banyak amputasi, dan trauma internal," kata Mahmoud Mustafa, Direktur Asosiasi Dokter Independen kepada Reuters di Gaziantep, Turki.

Sementara, lembaga amal Perancis Dokter Lintas Batas (MSF) yang menjalankan enam rumah sakit di Suriah dan menyediakan 153 fasilitas kesehatan di seluruh penjuru negara itu, menyatakan tenaga medis di wilayah utara Aleppo terpaksa meninggalkan kehidupan mereka.

"Sekali lagi kita melihat akses kesehatan dikepung," kata Muskilda Zancada, pimpinan MSF di Suriah.

Sementara, Komite Internasional Palang Merah (ICRC) mengumumkan akan memberikan bantuan air ke Aleppo karena sistem kota itu tidak lagi bekerja dengan baik. Meski demikian, akses menuju Aleppo menjadi sulit karena sejumlah rute pasokan bantuan telah dipotong.

"Suhu yang sangat rendah dan, tanpa pasokan makanan, air dan tempat tinggal, yang cukup, pengungsi berusaha bertahan dalam kondisi yang sangat genting," kepala ICRC di Suriah, Marianne Gasser, dalam pernyataannya.

Pertempuran terakhir di sekitar Aleppo telah menewaskan 500 orang di kedua sisi, menurut laporan kelompok pemerhati perang Suriah. (ama/stu)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER