Jakarta, CNN Indonesia -- Korea Utara membatalkan kesepakatan untuk membuka kembali penyelidikan nasib seorang warga negara Jepang korban penculikan puluhan tahun lalu.
Seperti dilansir
Reuters, Sabtu (13/2), penyelidikan ini bermula pada tahun 2002 ketika Korut mengakui adanya penculikan terhadap 13 warga Jepang yang terjadi berpuluh tahun lalu.
Sejak saat itu, lima korban penculikan sudah ditemukan dan kembali ke Jepang bersama keluarganya. Namun Jepang masih ingin mengetahui nasib delapan warganya yang lain.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Pyongyang, delapan orang tersebut sudah meninggal dunia. Namun Tokyo yakin mereka masih diculik.
Setelah kasus ini sempat terhenti, pada 2014 Korut sepakat untuk membuka kembali penyelidikan soal penculikan masa lalu ini. Jepang pun mencabut sebagian sanksi atas Korut.
Keputusan untuk kembali menghentikan penyelidikan ini diberitakan oleh harian
Asahi pada Sabtu (13/2), setelah Jepang menjatuhkan sanksi terhadap Korut karena meluncurkan satelit menggunakan roket pada awal pekan lalu.
Amerika Serikat dan sekutunya, termasuk Jepang, menganggap peluncuran satelit tersebut hanya untuk menutupi pengembangan teknologi rudal balistik yang dapat digunakan sebagai senjata nuklir.
Korut pun dikecam oleh berbagai negara. Hubungan Korut dan Korea Selatan juga memburuk, berujung pada penutupan Kompleks Industri Kaesong.
K
eputusan menutup Kompleks Industri Kaesong itu dianggap sebagai hukuman nonmiliter terberat bagi Korut yang dijatuhkan Korsel.
Kompleks Industri Kaesong terletak di kota perbatasan Korut, sekitar 50 kilometer dari Seoul. Kompleks ini dibangun pada 2004 sebagai buah dari pertemuan inter-Korea pertama tahun 2000.Sejak saat itu, industri ini sudah menjadi sumber penghasilan bagi Pyongyang, sementara Korsel diuntungkan dengan tersedianya buruh terlatih berupah murah dari Korut. Lebih dari 54 ribu buruh Korut dipekerjakan di Kompleks Industri Kaesong untuk memproduksi berbagai barang padat karya, seperti pakaian dan perabotan. (agk)