Jakarta, CNN Indonesia -- Dengan perlindungan dari pasukan udara Rusia, tentara rezim Presiden Bashar al-Assad tak hanya dapat mempertahankan kekuatan di utara Suriah, tapi juga merebut daerah-daerah di selatan.
Setelah beberapa pekan berjibaku di medan perang, pada bulan lalu, pasukan pemberontak berhasil dipukul mundur dari Al Sheikh Maskin, kota kecil namun strategis di Provinsi Daraa.
Pasukan rezim kini mulai mengambil kendali di kota krusial yang merupakan rute penyaluran pasokan kebutuhan militer dari Damaskus ke wilayah selatan.
Dalam wawancara dengan
CNN di Yordania, Bashar al-Zouabi, komandan tertinggi pemberontak di front selatan, mengatakan bahwa Free Syrian Army (FSA) sebenarnya dapat melawan pasukan rezim beserta milisi Iran, Libanon, dan Afghanistan di medan perang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, tanpa senjata antipesawat yang sejak dulu diminta, mereka tak dapat bertahan dari serangan udara Rusia. Mereka pun terpaksa mundur.
Dengan bungkamnya komunitas internasional atas situasi ini, kata Zouabi, sama saja dengan memberikan lampu hijau bagi Rusia untuk membunuh orang.
"Komunitas internasional memberikan Rusia lampu hijau untuk membunuh rakyat Suriah seenaknya," ujar Zouabi.
Menurut Zouabi, kini keadaan kian parah. Rusia terus membombardir daerah di selatan Suriah. FSA pun terpaksa mundur dari Athman.
"Kami hanya dapat menyalahkan pihak-pihak yang katanya merupakan rekan dari rakyat Suriah, yang hanya duduk di belakang sebagai pemandu sorak, menonton kami dibunuh siang dan malam," tutur Zouabi.
Tak kuasa membendung kegeramannya, Zouabi kembali berkata, "Rusia membunuh di utara dan selatan. Mereka mengklaim datang ke Suriah untuk menggempur ISIS, tapi kebanyakan serangan mereka menarget oposisi moderat Suriah."
Mayoritas pemberontak di Daraa, kata Zouabi, merupakan oposisi moderat yang berjuang di bawah bendera FSA. Menurut Zouabi, pasukan itulah yang merupakan target utama Rusia.
Zouabi mengatakan bahwa kini pasukan rezim sudah mulai bergerak untuk merebut perbatasan di Yordania dari FSA.
Komandan FSA tersebut kembali menyalahkan ketidakpedulian komunitas internasional, terutama AS. Zouabi tetap menuntut apa yang sudah dijanjikan, yaitu tempat aman bagi warga sipil untuk berlindung.
Di sekitar Daraa, tutur Zouabi, warga sipil hidup dalam ketakutan. Mereka yang dahulu bertahan di tengah perang dan bom barel sekarang bahkan terpaksa kabur karena serangan udara tak henti pada siang dan malam.
Merujuk pada data pemerintah lokal, puluhan ribu orang melarikan diri dalam beberapa pekan terakhir.
Karena alasan keamanan, Yordania hanya menyediakan tempat bagi 50 hingga 100 pengungsi Suriah setiap harinya. Namun, dengan 20 ribu pengungsi Suriah membanjiri perbatasan timur laut Yordania, mereka yang hijrah tak bisa lagi ditampung di desa atau kota sekitar. Mereka harus pergi ke Yordania.
Mereka pun mengingatkan bahwa tanpa ada jeda kekerasan di selatan, keadaan dapat berubah dengan cepat.
Zouabi juga memprediksi bahwa jika Rusia terus melakukan gempuran, akan terjadi bencana kemanusiaan.
"Kami melihat negara Barat, terutama AS, bertanggung jawab atas bencana kemanusiaan ini karena hanya AS yang dapat menghentikan Rusia. Jika AS tidak mengambil peran aktif dalam mendukung rakyat, ini akan menjadi tragedi dalam sejarah," katanya.
(ama)