Evo Morales Tak Bisa Calonkan Diri untuk Keempat Kali

Amanda Puspita Sari | CNN Indonesia
Rabu, 24 Feb 2016 12:52 WIB
Presiden Bolivia, Evo Morales kalah dalam referendum yang bertujuan untuk mengubah konstitusi agar dia tetap bertahan di tampuk kepemimpinan negara itu.
Presiden Bolivia, Evo Morales kalah dalam referendum yang bertujuan untuk mengubah konstitusi agar dia mempertahankan tampuk kepemimpinan negara itu. (Reuters/Eduardo Munoz)
Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Bolivia, Evo Morales kalah dalam referendum yang bertujuan untuk mengubah konstitusi agar dia bisa bertahan di tampuk kepemimpinan negara itu. Kekalahan ini membuatnya tidak dapat mencalonkan diri sebagai presiden untuk keempat kali secara berturut-turut.

Kekalahan Morales dalam referendum dikonfirmasi oleh komisi pemilihan umum Bolivia pada Selasa (23/2) malam. Dengan penghitungan suara mencapai 99 persen, sebanyak 51,3 persen warga menentang perubahan konstitusi yang mengatur periode kepemimpinan seorang presiden. Hanya 48,7 persen warga yang memilih sebaliknya. 

Komisi pemilihan umum Bolivia menyatakan bahwa perhitungan suara belum final. Meski demikian, sisa suara yang belum dihitung tidak akan mempengaruhi hasil keseluruhan referendum.
Morales merupakan pribumi pertama yang menjabat sebagai presiden Bolivia. Menjabat sejak 2006 silam, Morales kerap meminta rakyat Bolivia untuk mengizinkannya menjabat kembali di periode pemerintahan berikutnya hingga 2019.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kekalahan Morales dalam referendum ini sebenarnya telah diprediksi dari hasil jajak pendapat pertama yang dirilis pada Minggu (21/2). Namun, Morales dan pemerintahannya kala itu bersikeras bahwa hasil referendum mungkin dapat berubah setelah perhitungan suara warga perdesaan dan luar negeri.

Meski terkenal sebagai presiden yang berhasil memperbaiki kemiskinan di Bolivia, dukungan terhadap Morales belakangan anjlok menyusul sederet tuduhan korupsi dan nepotisme yang menghantam Partai Sosialis yang dipimpinnya.
Upaya Morales untuk mempertahankan kekuasannya juga dinilai banyak pihak sebagai langkah yang tidak demokratis.

Ketika kembali menjabat sebagai presiden untuk ketiga kalinya pada Oktober 2014 lalu, kemenangan Morales dinilai sebagai lambang kejayaan akar rumput.

Dilahirkan pada tahun 1959 dari keluarga peternak llama di Isallavi, dekat Oruro, di ketinggian 12 ribu kaki di atas permukaan laut, Morales besar di wilayah terpencil tanpa listrik, air bersih, dan sarana kesehatan.

Sebelum Revolusi Nasional tahun 1952, tidak ada yang mengira warga pribumi seperti Morales bisa berkeliaran di Plaza Murillo, jalan depan istana presiden, karena dianggap terlalu kotor dan menjijikkan.

Morales merupakan seorang putra petani pribumi tanpa pendidikan tinggi. Namun, Morales yang merupakan mantan petani koka ini memiliki paham kiri dan antiimperialis, yang kemudian menjadi musuh pemerintahan Bolivia pimpinan Hugo Banzer yang berupaya memberantas perdagangan narkoba bekerja sama dengan Amerika Serikat.

Morales kemudian memimpin berbagai perlawanan kepada pemerintah, mulai dari membentuk serikat petani koka, memimpin gerakan menentang privatisasi persediaan air kota, hingga menjadi pemimpin gerakan menuntut nasionalisasi gas Bolivia.

Gerakan pimpinan Morales, yang merupakan antitesis dari tipikal pemerintahan Bolivia selama ini; merendahkan pekerja dan kekuatan pribumi serta menjual kekayaan alam Bolivia ke perusahaan asing, menuai simpati dan popularitas yang akhirnya mengantarkan dia menjadi presiden pada tahun 2006. (ama/den)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER