Jakarta, CNN Indonesia -- Hari ini warga Jepang mengenang ribuan jiwa yang menjadi korban dalam peristiwa gempa dan tsunami yang memicu bencana nuklir tepat lima tahun lalu.
Jumat pagi, 11 Maret 2011, gempa berkekuatan 9 SR mengguncang, disusul dengan gelombang tsunami yang menewaskan hampir 20 ribu orang.
Gempa dan tsunami itu memicu kebocoran tiga reaktor di pembangkit nuklir Fukushma Daichi, mengontaminasi wilayah luas termasuk air, makanan dan udara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih dari 160 ribu orang dievakuasi dari wilayah sekitar pembangkit, dan 10 persen dari mereka masih tinggal di rumah sementara di sekitar prefektur Fukushima. Kebanyakan telah pindah dari sana, dan memulai hidup baru di tempat lain.
Beberapa titik di dekat pembangkit tertutup hingga kini karena level radiasi yang masih tinggi.
“Kembalikan kampung halaman saya!” demikian tulisan salah satu poster yang dibawa oleh demonstran antinuklir di depan kantor pusat operator pembangkit nuklir, Tokyo Electric Power Co pada Kamis malam. Kritik kepada Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe juga bermunculan.
Di wilayah pesisir Rikuzentakata, yang lima tahun lalu disapu gelombang setinggi 17 meter hingga kehilangan tujuh persen dari populasi totalnya, kepedihan akibat tsunami masih kuat.
“Infrastruktur membaik, namun hati tidak. Saya kira waktu akan membantu,” kata Eiki Kumagai, seorang sukarelawan pemadam kebakaran yang kehilangan 52 rekan kerjanya, kebanyakan tewas ketika membantu warga.
“Saya terus saja melihat wajah-wajah mereka yang meninggal….Banyak sekali penyesalan, saya tak bisa mengungkapkannya,” lanjut Kumagai.
Abe dan Kaisar Jepang Akihito akan ambil bagian dalam upacara di Tokyo, yang mencakup mengheningkan cipta pada Jumat (11/3) pukul 14.56 waktu setempat, ketika suara bel akan dibunyikan di seluruh kota dan semua warga akan menundukkan kepala mereka.
Warga Jepang juga akan memperingati hari ini dengan berdoa dan mengunjungi makam. Semua kereta api di Tokyo akan berhenti untuk mengenang detik-detik ketika gempa mengguncang lima tahun lalu.
Pemerintah mengeluarkan miliaran dolar untuk membantu masyarakat bangkit dari bencana dengan pembangunan kembali, termasuk meninggikan permukaan tanah untuk melindungi mereka dari gelombang tinggi di masa depan dan kontaminasi radiasi di tanah. Namun masih banyak yang harus dilakukan mengingat ribuan orang masih mendekam di perumahan sementara yang mirip barak.
"Saya merasa bahwa jumlah orang yang tidak tahu apa yang harus dilakukan, yang bahkan tidak mencoba, semakin meningkat," kata Kazuo Sato, mantan nelayan dari Rikuzentakata. "Hati mereka hancur.”
"Masih banyak orang yang hidup susah di perumahan sementara dan mereka yang karena insiden nuklir tidak dapat kembali ke tempat tinggal mereka,” kata Abe wartawan pada Kamis.
"Kami akan mempercepat upaya untuk membangun perumahan dan kota anti bencana sehingga mereka dapat kembali secepat mungkin ke rumah permanen dan kehidupan yang stabil."
Sementara itu, dalam pernyataan yang diterima CNN Indonesia dari Kedutaan Besar Jepang di Jakarta, Duta Besar Jepang untuk Indonesia, Tanizaki Yasuaki, menyampaikan terima kasih kepada Indonesia.
“Saat terjadinya bencana tersebut, pemerintah Indonesia langsung menyampaikan simpati serta dukungannya yang segera disusul dengan pengiriman tim Satuan Reaksi Cepar Penganggulangan Bencana (SRC-PB) serta berbagai bantuan berupa barang siap pakai maupun dana,” ujar Yasuaki.
(stu)