Buntut Penolakan Bayar Tebusan, Nyawa Pria Kanada Melayang

Denny Armandhanu | CNN Indonesia
Selasa, 26 Apr 2016 06:55 WIB
Sandera Abu Saayyaf asal Kanada, John Ridsdel, tewas dalam keadaan mengenaskan setelah tenggat waktu pembayaran tebusan untuk pembebasannya molor.
Ilustrasi. (Gabriel Mistral/Getty Images)
Jakarta, CNN Indonesia -- Sandera Abu Saayyaf asal Kanada, John Ridsdel, tewas dalam keadaan mengenaskan setelah tenggat waktu pembayaran tebusan untuk pembebasannya tidak dipenuhi. Sebelum kematian Ridsdel, pemerintah Filipina menegaskan tolak membayar tebusan dan bernegosiasi dengan kelompok teroris.

Kematian Ridsdel adalah buntut dari kebijakan pemerintah Filipina yang menolak membayar tebusan kepada kelompok teroris. Hal ini kembali ditegaskan oleh Filipina awal Maret lalu.

Penegasan ini, menurut laporan CNN Filipina, adalah bentuk optimisme militer Filipina dalam pembebasan sandera di daerah Mindanao itu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ridsdel adalah satu dari empat sandera Abu Sayyaf yang diculik di resor Pulau Samal pada September 2015 lalu. Selain dia, ada seorang lagi asal Kanada, seorang warga Norwegia dan seorang wanita Filipina.

Abu Sayyaf meminta tebusan sebesar 300 juta peso atau Rp84 miliar, paling lambat Senin (25/4) pukul 15.00 waktu setempat. Jika tebusan tidak dipenuhi, salah satu dari keempat sandera akan dipenggal.

Sebelumnya pada 15 April lalu, muncul video yang menampilkan para sandera. Ridsdel dalam video itu mengatakan mereka akan dipenggal jika tebusan tidak dibayarkan, dan ini adalah peringatan terakhir.

"Kami diberitahu bahwa ini adalah peringatan terakhir, jadi ini adalah permintaan yang mendesak kepada pemerintah, Filipina, Kanada dan keluarga, jika 300 juta tidak dibayarkan pada pukul 3 sore, 25 April, mereka akan memenggal saya," kata Ridsdel.

Kelompok separatis yang bercokol di selatan Filipina ini dalam rekam jejaknya dikenal tidak sekadar menggertak. Mereka beberapa kali memenggal kepala sandera jika tebusan tidak dipenuhi. Sebelumnya November tahun lalu, Abu Sayyaf memenggal sandera asal Malaysia di hari yang sama saat Perdana Menteri Najib Razak menyambangi Filipina untuk pertemuan internasional.

Pada 12 Maret lalu, juru bicara pemerintah Filipina Manuel Quezon III menegaskan tidak akan ada tebusan yang dibayarkan kepada kelompok teroris, kendati Abu Sayyaf telah beberapa kali menunjukkan tindakan brutal di masa lalu.

"Jangan kita berkomunikasi dengan orang-orang yang melanggar hukum dan menyebabkan penderitaan bagi warga yang tidak berdosa, baik itu warga Filipina atau warga asing," kata Quezon dalam wawancara dengan radio pemerintah dzRB Radyo ng Bayan.

Presiden Benigno Aquino III sebelumnya telah memerintahkan polisi dan militer untuk meningkatkan upaya penyelamatan para sandera, namun tetap menolak membayar tebusan.

Buntut dari penolakan pembayaran tebusan ini adalah kematian John Ridsdel. Kepala pria berusia 60 tahunan itu ditemukan dalam sebuah kantong plastik di Jolo, Sulu, pada Senin malam.

Laporan polisi menyebutkan, ada dua pria tidak dikenal yang mengendarai motor tanpa plat nomor yang melemparkan kepala itu di Jalan Marina, Jolo.

Pemerintah Kanada mengecam aksi brutal tersebut. Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau menegaskan komitmen kerja sama dengan Filipina dalam mengatasi penyanderaan itu.

“Pemerintah Kanada berkomitmen bekerja sama dengan pemerintah Filipina dan mitra internasional untuk menangkap mereka yang bertanggungjawab atas tindakan mengerikan ini.”

Abu Sayyaf saat ini juga menahan beberapa sandera asing lainnya termasuk seorang warga negara Belanda, satu orang warga Jepang, empat warga Malaysia dan 14 tawanan dari Indonesia.

Sepuluh orang WNI yang disandera merupakan awak kapal tongkang Anand 12 dan Brahma 12 yang membawa 7 ribu ton batu bara dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan, menuju Filipina. Kapal itu bertolak pada 15 Maret dan kemudian dibajak Abu Sayyaf di perairan Sulu pada 27 Maret lalu.

Selain itu, empat orang lainnya juga disandera pada 15 April lalu. Mereka adalah awak kapal tunda TB Henry dan kapal tongkang Crista yang dibajak dalam perjalanan dari Cebu, Filipina menuju Tarakan, Kalimantan Utara.

Untuk sandera asal Indonesia, pemerintah telah menegaskan tebusan akan diurus oleh perusahaan pemilik kapal tempat mereka bekerja. Disebutkan, tebusan yang akan dibayarkan adalah senilai 50 juta peso atau setara dengan Rp15 miliar. (den)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER