Kanada Hindari Negosiasi Langsung dengan Abu Sayyaf

Denny Armandhanu | CNN Indonesia
Selasa, 26 Apr 2016 09:11 WIB
Kanada gagal memenuhi tuntutan Abu sayyaf untuk membayar tebusan sebesar 300 juta peso atau Rp84 miliar, berujung pada kematian John Ridsdel.
Kanada seperti negara lainnya yang mengatakan tidak akan bernegosiasi dengan teroris dan kelompok kriminal asing yang menculik warga mereka. (Reuters/Chris Wattie)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah Kanada walau memiliki kebijakan anti-membayar tebusan, namun tetap melakukan negosiasi untuk pembebasan warganya yang diculik Abu Sayyaf di Filipina. Namun negosiasi mandek dan berujung pada tewasnya seorang sandera Kanada di tangan Abu Sayyaf.

Menurut Gar Pardy, mantan kepala konsuler di Kementerian Luar Negeri Kanada, Kanada seperti negara lainnya yang mengatakan tidak akan bernegosiasi dengan teroris dan kelompok kriminal asing yang menculik warga mereka. Namun pada akhirnya, penculikan berakhir dengan pembayaran tebusan dengan negosiasi oleh wakil pemerintah. Cara ini dianggap lebih cepat ketimbang harus menunggu operasi militer yang tidak jelas keberhasilannya dan berisiko kematian sandera.

"Peraturan sederhana adalah: kalian harus membayar. Sesederhana itu," kata Pardy, dikutip dari National Post, Senin (25/4).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kanada gagal memenuhi tuntutan Abu sayyaf untuk membayar tebusan sebesar 300 juta peso atau Rp84 miliar, paling lambat Senin (25/4) pukul 15.00 waktu setempat.

Seorang sandera Kanada John Ridsdel ditemukan tewas pada Senin malam. Masih ada seorang lagi warga Kanada, seorang warga Norwegia dan seorang wanita Filipina yang disandera Abu Sayyaf dalam penculikan September tahun lalu di Pulau Samal itu.

Hindari negosiasi langsung

Mantan perdana menteri Ontario yang juga sahabat Ridsdel, Bob Rae, mengatakan pemerintah Kanada terlibat dalam membantu perundingan antara Abu Sayyaf dengan keluarga sandera. Namun Kanada menghindari negosiasi langsung dengan kelompok teroris.  

Menurut Pardy, Kanada menggunakan perantara untuk negosiasi dengan Abu Sayyaf, sesuai dengan prinsip yang tidak berkompromi dengan kelompok teroris.

"Tujuanmu adalah membebaskan wargamu tanpa terluka, dan terkadang kau harus memberikan tugas itu pada orang lain. Kanada tidak akan membayarnya secara langsung, tapi melalui perantara," kata Pardy.

Pardy mengatakan, pemerintah Kanada mengatakan tidak akan bernegosiasi karena tidak ingin mendorong lebih banyak penculikan dan mereka sangat tertutup soal perundingan yang dilakukan di "belakang layar."

Kanada menurut Pardy punya tugas yang berat, terutama untuk mencari perantara yang mewakili pemerintah yang bisa dipercaya dan mengatur pengiriman uang. "Kau perlu orang yang sangat berani untuk bernegosiasi tentang hal ini. Dan kebanyakan negosiasi dilakukan dari jarak jauh," kata Pardy.

Menurut Rae, negosiasi dengan Abu Sayyaf sangat sulit karena upaya menurunkan nilai tebusan tidak juga berhasil.

Ridsdel bukan satu-satunya warga Kanada yang diculik untuk tebusan oleh kelompok teroris dalam beberapa tahun terakhir.

Sebelumnya pada tahun 2008 ada tiga warga Kanada yang diculik di berbagai negara, yaitu mantan duta besar Kanada Robert Fowler diculik Niger, jurnalis Amanda Lindhout diculik di Somalia dan jurnalis Mellissa Fung diculik di Afghanistan. Tahun 2010 warga Toronto, Colin Rutherford, diculik Taliban di Aghanistan.

Menurut National Post, warga negara Kanada yang diculik sebelumnya berhasil dibebaskan dengan pembayaran tebusan walau tidak diakui pemerintah. Contohnya dalam kasus Fowler, Kanada diyakini membayar tebusan hingga US$1 juta.

Soal upaya pembebasan warga Kanada lainnya dari Abu Sayyaf, Perdana Menteri Justin Trudeau mengatakan pemerintah "tidak akan berkomentar atau memberikan informasi agar tidak mengganggu proses yang tengah berlangsung."

Abu Sayyaf saat ini juga menahan beberapa sandera asing lainnya termasuk seorang warga negara Belanda, satu orang warga Jepang, empat warga Malaysia dan 14 tawanan dari Indonesia. (den)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER