Jakarta, CNN Indonesia -- Korea Utara akan memperkuat kemampuan senjata nuklir dari segi kualitas dan kuantitas, sesuai dengan keputusan yang diadopsi dalam kongres partai berkuasa pertama setelah 36 tahun.
Sebelumnya, tepatnya pada hari kedua kongres, pemimpin tertinggi Korut, Kim Jong-un, memang menekankan bahwa Pyongyang hanya akan menggunakan senjata nuklir jika kedaulatan negaranya terancam.
Pada hari ketiga, Minggu (8/5), setelah mengulas hasil kerja Partai Pekerja di Komite Pusat, peserta kongres memutuskan Korut akan terus mengembangkan senjata nuklir untuk pertahanan negara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami akan secara konsisten secara simultan mendorong konstruksi ekonomi dan pembangunan kekuatan nuklir dan menaikkan kekuatan nuklir untuk pertahanan dalam kualitas dan kuantitas selama para kaum imperialis tetap dengan ancaman nuklir dan praktik arbitrasenya," demikian pernyataan resmi pemerintah seperti dikutip
KCNA, Minggu (8/5).
Sejak melakukan uji coba nuklir dan peluncuran roket pada awal tahun ini, Korut memang ditekan oleh komunitas internasional. Namun, Korut tetap meningkatkan aktivitas nuklir dan program rudalnya.
Korut akhirnya dijatuhi sanksi tambahan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Maret lalu karena uji coba nuklirnya yang meresahkan komunitas internasional.
Pengembangan nuklir merupakan salah satu agenda penting dalam kongres pertama Pekerja setelah 36 tahun ini.
Para analis kebijakan luar negeri sudah mempredikasi bahwa kongres ini akan menjadi ajang bagi Kim Jong-un untuk mengadopsi kebijakan byongjin gagasannya.
Seperti dilansir
Reuters, byongjin sendiri berarti “tekanan berkelanjutan” yang dalam hal ini maksudnya adalah untuk pembangunan ekonomi dan kemampuan nuklir.
Byongjin merupakan kelanjutan dari kebijakan Songun atau keutamaan militer yang diusung oleh Kim Jong-il. Songun pun merupakan tindak lanjut dari kebijakan Juche, ideologi fundamental Korut yang menggabungkan Marxisme dan nasionalisme ekstrem.
Berlandaskan campuran ideologi tersebut, Kim Jong-un dianggap dapat membawa sedikit perubahan di Korut. Ia menumbuhkan ekonomi pasar informal meskipun belum diadopsi sebagai kebijakan resmi pemerintah.
Surat kabar milik pemerintah Korut pada Minggu (8/5) melaporkan bahwa Kim juga menetapkan sebuah rencana berjangka lima tahun untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menekankan kebutuhan untuk meningkatkan pasokan listrik Korea Utara.
Meski bersumpah akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, Kim tidak secara gamblang memaparkan rincian rencananya. Pakar kepemimpinan Korea Utara, Michael Madden, menilai langkah Kim untuk menetapkan rencana ekonomi merupakan kemajuan dari kepemimpinan ayahnya, Kim Jong-il.
"Berbeda sekali dengan ayahnya, dia mengambil tanggung jawab untuk ekonomi dan pembangunan sebagai pencetus kebijakan publik. Ayahnya tidak pernah melakukan tanggung jawab itu," kata Madden.
Kim, 33, juga menyerukan hubungan yang membaik dengan rival utamanya, Korea Selatan, dengan menghapus kesalahpahaman dan ketidakpercayaan. Kim juga kerap kali melontarkan pernyataan serupa di masa lalu, disusul dengan perundingan pejabat antar Korea, meskipun tak pernah menghasilkan kemajuan yang berarti.
Secara teknis, kedua Korea masih berperang karena perang periode 1950-1953 berakhir dengan gencatan senjata, bukan perjanjian damai. Hubungan kedua Korea terus memburuk sejak uji coba nuklir Korut pada Januari lalu.
(ama)