China, Rusia Desak AS Tak Pasang Sistem Rudal di Korsel

Amanda Puspita Sari/Reuters | CNN Indonesia
Jumat, 29 Apr 2016 18:57 WIB
China dan Rusia mendesak Amerika Serikat untuk tidak memasang sistem anti-rudal baru di Korea Selatan, meski ancaman keamanan dari Korea Utara menguat.
China dan Rusia mendesak Amerika Serikat untuk tidak memasang sistem anti-rudal baru di Korea Selatan, meski ancaman keamanan dari Korea Utara menguat. (Reuters/KCNA)
Jakarta, CNN Indonesia -- China dan Rusia mendesak Amerika Serikat untuk tidak memasang sistem anti-rudal baru di Korea Selatan. Desakan ini diluncurkan China dan Rusia setelah pemerintah AS melakukan perundingan dengan Korsel untuk menangkal ancaman dari Korea Utara yang semakin menguat dengan menguji coba bom nuklir dan rudal.

Amerika Serikat dan Korea Selatan memulai pembicaraan tentang kemungkinan penyebaran sistem Terminal High Altitude Area Defense (THAAD) setelah Korut melakukan uji coba nuklir pada 6 Januari lalu, dilanjutkan dengan serangkaian uji coba rudal.

Uji coba nuklir dan peluncuran rudal melanggar resolusi PBB atas Korut yang didukung oleh Rusia dan China.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pejabat AS dan Korsel khawatir Korut dapat melakukan uji coba nuklir kelima menjelang Kongres Partai Pekerja yang akan digelar pada 6 Mei mendatang sebagai ajang unjuk kekuatan.

Meski demikian, militer AS menilai dua uji coba penembakan dua rudal balistik jarak menengah Korut pada April ini merupakan sebuah kegagalan.

Pada konferensi pers bersama Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, Menteri Luar Negeri China Wang Yi menyatakan Amerika Serikat harus menghormati "kekhawatiran" China dan Rusia terhadap sistem rudal.

"Langkah ini melebihi kebutuhan pertahanan negara. Jika itu diberlakukan, [maka] akan berdampak terhadap keamanan China dan Rusia," kata Wang.

"Tidak hanya mengancam resolusi nuklir di semenanjung, [sistem pertahanan itu] sangat mungkin bisa menuangkan minyak kepada api yang sudah membara, dan bahkan menghancurkan keseimbangan strategis di semenanjung," ujarnya.

Sementara, Lavrov menilai bahwa sejumlah tindakan provokatif Korut beberapa bulan terakhir tidak boleh digunakan untuk menentukan langkah yang hanya akan meningkatkan ketegangan, seperti pemasangan sistem anti-rudal.

[Gambas:Video CNN]

China, satu-satunya sekutu Korut di bidang diplomatik dan eknomi, turut geram atas perkembangan kemampuan senjata nuklir Korut. Tapi Beijing khawatir THAAD dan radarnya dapat menjangkau wilayah yang lebih jauh di Semenanjung Korea dan China.

Presiden China, Xi Jinping, menyatakan pada Kamis (28/4) bahwa Beijing tidak akan membiarkan perang dan kekacauan terjadi di Semenanjung Korea.

Korut dan Korsel secara teknis masih berperang karena Perang Korea periode 1950-1953 berakhir dengan gencatan senjata, dan bukan dengan perjanjian damai. (ama)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER