Palmyra, CNN Indonesia -- "Saya lahir di sini dan hidup di sini, saya memberikan semua jasa saya, hidup saya, untuk kota ini. Kalau kalian mau keluar, silakan, tapi saya akan tetap di sini. Menjaga kota ini seperti saya menjaga roh saya."
Kata-kata itu diucapkan Khaled al-As'ad, guru besar arkeologi dan manajer purbakala Palmyra, kepada keluarganya ketika menolak melarikan diri saat ISIS datang. Ia lalu tewas ditebas ISIS, karena menolak memberitahu lokasi penyimpanan harta karun arkeologi milik Palmyra.
Kota kuno berusia lebih dari dua ribu tahun yang menjadi pusat perhatian dunia setelah direbut oleh kelompok militan ISIS itu terletak di tengah gurun pasir, dikepung bukit-bukit tandus.
Rombongan jurnalis Indonesia beserta Kedutaan Besar Republik Indonesia di Damaskus tiba di Palmyra, atau yang disebut Tadmur di hari Kamis terakhir bulan April lalu. Tadmur berasal dari kata dalam bahasa Arab,
tamar, berarti pohon kurma.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kami berangkat dari ibu kota Damaskus pagi, sekitar pukul 07.00 waktu setempat. Perjalanan ditempuh kurang lebih 5 jam, terutama karena banyaknya
check point atau pos pemeriksaan di sepanjang perjalanan. Tak kurang dari 20 pos pemeriksaan yang kami lewati. Dikawal oleh utusan dari kementerian penerangan Suriah, kami harus berhenti di beberapa pos pemeriksaan, dan utusan itu memberikan dokumen izin liputan kami.
Gurun pasir nan tandus menghiasi rute perjalanan Damaskus-Palmyra, terkadang diselingi oleh kebun zaitun atau aprikot, serta beberapa stasiun gas dan minyak.
 Sisa-sisa pertempuran masih terlihat di jalur utama sepanjang 157 km yang menghubungkan Palmyra dan Homs pada akhir April lalu. (CNN Indonesia/Ike Agestu) |
Di jalanan, utusan pemerintah menerangkan kepada kami bahwa banyak ruas jalan yang baru ditambal, karena sebelumnya dipasangi ranjau oleh “kelompok teroris.”
Palmyra sendiri terbagi menjadi dua bagian; pertama kota kuno peninggalan Romawi, dan kota modern yang tadinya berpopulasi sekitar 50 ribu orang--jumlah ini biasanya bertambah menjadi 85 ribu orang ketika musim panas.
Karena nilai sejarahnya, kota yang termasuk ke dalam bagian Provinsi Homs ini sudah ditetapkan menjadi warisan dunia oleh lembaga PBB, UNESCO.
Di tengah konflik Suriah, Palmyra mulai menarik perhatian dunia saat ISIS masuk dan merebutnya pada Mei 2015. Kelompok militan itu lalu melakukan eksekusi massal serta menghancurkan berbagai artefak dan kuil kuno.
Pada 27 Maret lalu, setelah pertempuran selama dua hari, pemerintah Suriah yang dibantu militer Rusia berhasil merebut kembali Palmyra.
Namun tetap saja, ketika kami tiba di kota yang berjarak 247 kilometer dari Damaskus ini, pemandangan yang pertama kali terlihat adalah kehancuran.
Rumah-rumah porak poranda. Jalanan penuh dengan puing-puing atau rongsokan furnitur bekas yang tak lagi jelas bentuknya. Di beberapa ruas jalanan utama, lubang-lubang bekas ranjau menganga lebar, belum dibetulkan.
Ketika menjejak Palmyra, kami langsung dibawa ke barak militer. Masuk melalui jalanan yang dihiasi penghalang, pos pemeriksaan, hingga tiba di sebuah bangunan yang kini dijadikan markas militer tentara Suriah. Puluhan tank tampak di depan bangunan yang dari bentuknya, tak ubah seperti rumah biasa.
 Rumah-rumah penduduk di Palmyra hancur akibat pertempuran antara ISIS dan tentara pemerintah Suriah. (CNN Indonesia/Ike Agestu) |
"Jalan-jalan Palmyra penuh dengan ranjau yang saling berhubungan satu sama lain. Mereka ingin meledakkan seluruh kota dalam satu ledakan. Ketika kami membebaskan situs sejarah Palmyra kami bisa melakukannya dengan korban minimum. Semua ranjau yang ditanam di situs arkelogi sudah dibersihkan," ujar Mayor Samir Eskeef, wakil komandan militer Suriah yang kini mengontrol Palmyra ketika rombongan kami tiba di kantornya.
Menurut Eskeef, hingga akhir April lalu, tentara Suriah bekerja sama dengan pasukan Rusia sudah membersihkan lebih dari 8.500 ranjau dan bahan ledakan lain yang ditanam oleh ISIS selama hampir setahun menguasai wilayah itu.
Kuburan massalEskeef juga mengatakan bahwa sejak merebut kembali Palmyra, sudah ditemukan tiga kuburan massal dengan ratusan jasad di dalamnya. Ia yakin bahwa masih ada kuburan massal lain di sekitar Palmyra.
"Mayat yang ditemukan berjumlah ratusan, namun akan ditemukan lebih banyak lagi, karena itu jumlahnya belum bisa dipastikan," ujar Eskeef.
Ia menerangkan bahwa sebagian besar korban eksekusi ISIS adalah pegawai pemerintah, warga sipil, dan beberapa tentara Suriah.
"Ketika ISIS pertama datang ke Palmyra, selama 3-4 hari pertama mereka membantai dengan memenggal 450 warga Palmyra dan kemudian mereka melakukan pembantaian di teater di mana mereka membunuh 25 orang yang memakai seragam, sebagian dari mereka adalah warga sipil," terangnya.
 Personel militer dan kendaraan perang masih hilir mudik mengelilingi Palmyra. (CNN Indonesia/Ike Agestu) |
Jejak ISISHanya beberapa ratus meter dari markas militer itu, berdiri Museum Palmyra, yang menyimpan berbagai benda purbakala dan tak luput dari kebrutalan ISIS.
Ketika kami berada di Palmyra, museum itu ditutup dan kami tak diperbolehkan masuk. Sementara itu di depan museum patung singa yang dikenal sebagai Lion of al-Lat yang sudah berusia lebih dari 2.000 tahun, rubuh di tanah.
Direktur Purbakala Suriah, Maamoun Abdulkarim, mengatakan bahwa restorasi Palmyra sudah mulai dilakukan.
"Ada 400 insinyur dan arsitek [yang terlibat dalam pembenahan Palmyra]. Kami punya keahlian, dan pengetahuan, dan kami tahu apa yang kami lakukan, dan kami menghormati Palmyra sebagai warisan dunia," ujar Abdulkarim beberapa hari sebelumnya ketika ditemui di Damaskus.
Ia juga mengatakan jika perkiraannya benar, akan dibutuhkan waktu sekitar lima tahun untuk membenahi Palmyra, dan itu pun tak akan bisa 100 persen seperti sebelum era ISIS.
Tepat di seberang museum, tampak sebuah bangunan, sudah dalam kondisi hancur lebur, seperti juga hampir semua bangunan di kota itu.
Masuk ke dalam, kami masih bisa menjumpai slogan-slogan ISIS yang dibuat di dari besi, atau sekadar peralatan masak.
Menurut Hayat Awwad, utusan dari pemerintah Suriah yang menemani kami, restoran itu diubah ISIS menjadi bengkel kerja untuk membuat bendera atau slogan mereka.
 Buku-buku pelajaran ISIS tergeletak di lantai bangunan yang menjadi sekolah ISIS ketika menguasai Palmyra. (CNN Indonesia/Ike Agestu) |
Tak jauh dari lokasi itu, di sebuah bundaran yang memisahkan kota kuno dan modern Palmyra, masih terdapat lambang bendera ISIS terbuat dari besi, beserta semacam kerangkeng yang tadinya digunakan ISIS untuk memamerkan tubuh korban usai dieksekusi.
Kepala Khaled al-As'ad, pernah dipamerkan oleh ISIS di sana setelah menolak memberi tahu lokasi harta karun arkeologi Palmyra.
Di Damaskus, anak As’ad, Tareq Khaled al-As’ad, sempat bercerita soal ayahnya yang memilih tinggal di Palmyra ketika keluarganya—berserta sebagian besar warga Palmyra, memilih meninggalkan kota itu untuk menyelamatkan diri.
"Saat itu saya bisa keluar dengan beberapa anggota keluarga lainnya, akan tetapi ayah saya bersikeras pada pendiriannya dan tetap tinggal di Tadmur," ingat Tareq. "Apa yang terjadi di Tadmur sangat mengerikan."
Kini, setelah ISIS diusir pergi, pasukan Rusia, juga beberapa kali terlihat berjaga di Palmyra, berpatroli di jalan. Kamera, sama seperti juga di tiap pos pemeriksaan Suriah, tak boleh mengarah ke mereka.
Namun slogan ISIS yang berbunyi "ISIS selamanya" masih terlihat di kontainer di jalan-jalan.
Di sebuah rumah, yang tampak layaknya rumah biasa di Palmyra, kami masuk, turun ke lantai bawah tanah, dan menemukan bekas sekolah ISIS.
Ketika menguasai Palmyra, ISIS menutup semua sekolah dan membuka sekolah mereka sendiri.
Di tangga dan lantai, kami menemukan buku-buku pelajaran versi ISIS yang masih tergeletak begitu saja. Satu buku tertulis "English Languange for Islamic State."
 Tempat di bundaran di sebuah sudut Palmyra yang dijadikan ISIS sebagai tempat memerkan kepala Khaled al-As'ad, manajer purbakala Palmyra. (CNN Indonesia/Ike Agestu) |
Mulai kembaliBerjalan lagi menyusuri Palmyra, di tengah bangunan rusak dan puing-puing, Musa Jamaan Anad, 39, duduk di depan pintu rumahnya.
"Saya orang Tadmur (Palmyra), dan baru sepuluh hari tiba di sini. Waktu Daesh datang, kami lari ke luar dan kami kembali lagi setelah pemerintah Suriah datang,” ujar Anad, merujuk nama ISIS dalam bahasa Arab.
Dalam beberapa menit bertemu dengan kami, Anad yang sempat berlindung ke Homs beserta keluarganya, berulang kali memuji-muji tentara Suriah, Rusia, Iran serta Hizbullah.
Ketika ditanya soal barang-barangnya di rumah, Anad menjawab, "Semuanya masih ada, dijaga oleh tentara Suriah dibantu oleh Hizbullah dan Rusia," jawabnya kembali memuji sekutu Presiden Suriah, Bashar al-Assad.
 Warga mulai kembali setelah Palmyra direbut kembali oleh tentara Suriah dengan bantuan Rusia pada akhir Maret lalu. (CNN Indonesia/Ike Agestu) |
Ia mengaku akan berencana menetap, memulai hidup baru di Palmyra, bersama istri dan tiga anaknya. Soal barang kebutuhan, ia mengaku tetap akan mendapatkannya, pelan-pelan.
Meski begitu, sebagian besar tetangganya belum kembali ke Palmyra. Beberapa orang tampak duduk di depan bangunan yang rusak, menurut Awwad, kemungkinan hanya memeriksa rumah mereka.
Di sebuah persimpangan, Lutgiah Hamid, 52, bersama anaknya, Gala Hamid 24, berdiri di samping sebuah mobil pikap penuh muatan. Tak seperti Anad, Hamid akan pergi ke Homs.
"Kami tiba pagi hari ini, hanya mengambil barang lalu akan pergi," ujar Hamid. Tetapi ia mengaku tetap ingin kembali, "Karena tempat kami di sini, di kota ini."
 Lutgiah dan Gala Hamid berkunjung ke Palmyra hanya untuk mengambil barang-barang mereka. (CNN Indonesia/Ike Agestu) |
Sementara itu, ISIS, menurut Eskeef, dipukul mundur dari Palmyra sejak akhir Maret hingga sekitar 10 hingga 20 kilometer dari Palmyra, sekarang kemungkinan bersembunyi di balik perbukitan.
Ditanya soal kemungkinan ISIS merebut kembali Palmyra, Eskeef ketika itu menjawab, "Jika kami masih berada di sini, Anda bisa tenang."
Namun keyakinan Eskeef terbukti tak serta merta benar. Rabu (11/5) lalu, hanya beberapa hari setelah
konser orkestra Rusia digelar di Palmyra dan selang beberapa minggu sejak Eskeef dengan yakin menyatakan Palmyra berada dalam genggaman tentara Suriah,
ISIS nyatanya berhasil memotong rute utama yang menghubungan kota Homs dan Palmyra.
Hingga kini, belum ada laporan yang menyatakan bahwa rute itu telah kembali direbut dari ISIS.
(yns)