Jakarta, CNN Indonesia -- Menganggur dan muak dengan tekanan keseharian, seorang pria asal London, Thomas Thwaites, mencoba hidup sebagai hewan, termasuk anjing, gajah, dan baru-baru ini, ia menjadi kambing.
Awalnya, Thwaites mencoba hidup sebagai anjing karena melihat hewan itu tampak sangat bahagia dengan hidup.
"Saya sedang berjalan dengan anjing milik seorang teman dan saya menyadari bahwa anjing itu terlihat sangat bahagia dengan hidup, tanpa khawatir, dan saya berpikir betapa bahagianya menjadi kamu untuk sehari," ujar Thwaites seperti dikutip
The Telegraph.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak suka dengan gaya makan anjing, Thwaites akhirnya memutuskan untuk hidup sebagai gajah. Namun, akhirnya ia menyadari bahwa gajah pun memiliki masalah yang mirip dengan manusia.
"Mereka sedih, marah, bahkan mengalami tekanan pasca-trauma. Itu merupakan hal-hal yang berusaha saya hindari," tutur Thwaites.
Akhirnya, Thwaites memutuskan untuk hidup sebagai seekor kambing. Ia pun mengajukan permohonan dana universitas untuk mempelajari psikologi kambing dan bersiap hidup sebagai gembala di Desa Wolfenschiessen, Swiss.
Thwaites mendapatkan kaki kambing palsu dari klinik di Manchester. Ia juga diberikan perut kambing palsu yang akan mencerna rumput sebelum mencapai perut aslinya.
"Saya dapat membawa tas ini di badan saya dan melepehkan rumput yang sudah dikunyah dan mengisap kembali ekstrak mikroba dan asam lemak lainnya seperti
milkshake sehingga saya dapat mencernanya dalam perut asli saya dan hidup dari rumput di Alpen seperti seekor kambing," ucap Thwaites.
Ini memang rencana awalnya. Namun, setelah diperingatkan oleh para ahli bahwa itu dapat membahayakan kesehatannya, Thwaites akhirnya memutuskan untuk memanaskan terlebih dahulu rumputnya.
Tak seperti bayangannya bahwa seekor kambing hanya berlarian di bukit, hidup sebagai mamalia itu ternyata bukan sekadar gurauan.
"Saya cukup menderita hidup sebagai kambing karena bukit yang membuat saya terus terjatuh dan tentu saja harus memakan rumput," ucapnya.
Tak hanya itu, Thwaites juga merasa tak disambut oleh kawanan kambing. Terkadang, ia merasa akan diserang oleh hewan-hewan itu dengan tanduk tajamnya.
"Namun kemudian saya menyadari, mereka hanya mengajarkan saya untuk mengetahui adanya hierarki dan saya harus mengetahui tempat saya," katanya.
Dari semuanya, momen terbaik bagi Thwaites selama melakukan eksperimen ini adalah ketika pada akhirnya salah satu kambing menerima keberadaannya.
"Salah satu kambing tiba-tiba memutuskan untuk menjadi teman saya dan dia mengikuti saya ke mana pun," tutur Thwaites.
(den)