Jakarta, CNN Indonesia -- PBB mengecam tindakan Israel yang membatalkan izin masuk bagi 83 ribu warga Palestina menyusul serangan mematikan di Tel Aviv.
Insiden penembakan terjadi pada Rabu (8/6) saat dua orang pelaku yang berpakaian seperti Yahudi Ortodoks mengeluarkan senjata otomatis dan menembaki pengunjung restoran di kompleks perbelanjaan Sarona, yang terletak dekat dengan kantor Kementerian Pertahanan Israel.
Empat orang tewas, satu di antaranya ditembak dari jarak dekat, dan enam lainnya terluka. Dua pelaku dibekuk aparat, seorang di antaranya terluka. Peristiwa ini memicu kepanikan di kompleks perbelanjaan dan restoran, Pasar Sarona, yang terkenal di Tel Aviv dan berlokasi dekat dengan Kementerian Pertahanan Israel.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dua pelaku penembakan diidentifikasi polisi sebagai warga Palestina. Menurut badan keamanan Israel, kedua pelaku merupakan warga desa Yatta di Tepi Barat selatan, dekat kota Hebron. Keduanya lahir pada 1995.
Komisaris PBB untuk Hak Asasi Manusia, Zeid Raad Al Hussein mengecam serangan itu, menurut juru bicaranya Ravina Shamdasani. Namun ia juga mengkhawatirkan pembatalan izin masuk “yang menjadi hukuman kolektif yang dialrang dan hanya akan meningkakan rasa ketidakadilan dan frutrasi yang dirasakan warga Palestina di waktu yang menegangkan ini.”
Konvensi Jenewa menyebutkan bahwa menghukum orang-orang yang tidak secara pribadi melakukan kejahatan bisa masuk ke kategori sanksi kolektif.
Tindakan Israel termasuk menangguhkan izin kerja bagi 204 warga Palestina yang memiliki hubungan dengan penyerang.
Pihak keamanan Israel juga memblokade kampung halaman penyerang.
Shamdasani mengatakan bahwa Israel memang berhak mengambil langkah untuk membela warganya dari tindakan terorisme.
"Namun, tindakan yang diambil terhadap penduduk yang lebih luas menghukum bukan pelaku kejahatan, tapi puluhan-dan mungkin ratusan—ribu warga Palestina yang tidak bersalah," tambahnya.
(stu)