Jakarta, CNN Indonesia -- Ayah dari Omar Mateen, pelaku penembakan yang menewaskan 50 orang di Pulse, kelab malam gay di Orlando, Amerika Serikat, ternyata sangat vokal mengomentari politik kampung halamannya, Afghanistan, dan pernah menyatakan dukungan terhadap Taliban.
Dengan nama Seddique Mateen, ia terkadang mengisi acara program Durand Jirga Show di stasiun televisi satelit Afghanistan yang bermarkas di AS,
Payam-e-Afghan, selama tiga tahun. Beberapa tayangan tersebut diunggah melalui kanal
YouTube dengan nama akun Seddique Mateen.
Dalam salah satu video, Seddique melontarkan protes terhadap pemerintah Afghanistan dan menyatakan dukungannya kepada Taliban.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saudara-saudara kami di Waziristan, para saudara kita dalam gerakan Taliban dan Taliban di Afghanistan sedang bertumbuh. Insya Allah isu Durand Line akan selesai secepatnya," ujar Seddique.
Durand Line sendiri merupakan perbatasan antara Afghanistan dan Pakistan. Tempat itu sangat bersejarah bagi kelompok etnis Pashtun.
Jalur ini dianggap sebagai lambang pembatasan wilayah dari Inggris yang saat itu masih menguasai sebagian besar Asia. Saat itu, Afghanistan dianggap sebagai negara independen meskipun hubungan luar negeri dan diplomasinya masih dikontrol Inggris.
Ketika Afghanistan akhirnya merdeka, Durand Line dianggap sebagai daerah perbatasan. Hal ini membuat populasi Pashtun terbelah secara politik dan mereka menjadi kelompok yang termarjinalkan.
Belum jelas apakah Seddique merupakan orang Pashtun. Namun menurut
Washington Post, mayoritas anggota Taliban di Afghanistan merupakan warga Pashtun.
Dalam video yang diunggah akhir 2015 lalu, Matten terdengar menggunakan bahasa Dari, bukan Pashto atau dialek orang Pashtun. Namun, ia membicarakan mengenai nasionalisme Pashtun.
Melalui video itu, Seddique mendeklarasikan pencalonan dirinya untuk menjadi presiden Afghanistan. Waktu pendeklarasian tersebut dianggap aneh karena baru diumumkan setahun setelah Afghanistan menggelar pemilihan umum.
Pernyataan ini juga dianggap janggal karena setahun sebelumnya, Seddique mewawancarai Ashraf Ghani sekitar delapan bulan sebelum dilantik menjadi Presiden Afghanistan.
Dalam wawancara itu, Seddique memuji Ghani. Namun setahun kemudian, ia berubah pikiran karena Ghani menjalin komunikasi dengan Pakistan dalam upaya perundingan damai dengan Taliban.
Beberapa jam sebelum insiden di Orlando, Seddique mengunggah video bertajuk Pemerintah Sementara Afghanistan - Seddique Mateen. Dalam video tersebut, ia terlihat berpura-pura menjadi presiden Afghanistan dan memerintahkan pembunuhan beberapa tokoh politik.
"Saya memerintahan tentara nasional, polisi nasional, dan departemen intelijen untuk segera memenjarakan Karzai, Ashraf Ghani, Zalmay Khalilzad, Atmar, dan Sayyaf. Ia menentang bangsa dan negara kita," kata Seddique yang mengenakan seragam tentara.
Namun dalam wawancara dengan
NBC News pada Minggu (12/6), Seddique atau biasa disapa Tuan Siddique mengatakan bahwa serangan yang dilakukan oleh putranya sama sekali tak bermotif keagamaan.
"Kami meminta maaf atas insiden ini. Kami sama sekali tidak mengetahui perbuatan yang akan dia lakukan. Kami juga kaget layaknya seluruh negara ini," ujar Seddique seperti dikutip
Reuters.
(stu)