Jakarta, CNN Indonesia -- Nama perusahaan keamanan global, G4S, langsung menjadi sorotan ketika salah satu karyawannya, Omar Mateen, menjadi pelaku penembakan di kelab Pulse, Orlando, yang merenggut 50 nyawa dan melukai 53 orang lainnya pada Minggu (12/6) dini hari.
Namun, G4S langsung memberikan klarifikasi bahwa perusahaannya sudah dua kali melakukan pemeriksaan terhadap Mateen dan tak ada temuan apapun.
Pemeriksaan pertama dilakukan pada 2007, ketika warga AS yang merupakan putra dari imigran Afghanistan itu direkrut menjadi pegawai.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pemeriksaan [pada 2007] tak ditemukan sesuatu yang mencurigakan. Pemeriksaan diulang pada 2013 dan tak ditemukan apapun," demikian bunyi pernyataan resmi G4S, seperti dikutip
Reuters.
Pada 2013, G4S juga mengetahui bahwa Badan Investigasi Federal Amerika Serikat (FBI) sempat memeriksa Mateen. Namun kemudian, pemeriksaan itu dihentikan. FBI kembali mewawancarai Mateen pada 2014 setelah ia mengekspresikan simpati kepada pelaku serangan bom.
"Kami tidak melihat adanya hubungan antara Mateen dan aktivitas teroris. Kami juga tidak mengetahui adanya penyelidikan lanjutan dari FBI," tulis G4S.
G4S merupakan perusahaan yang mempekerjakan 620 ribu orang dan beroperasi di lebih dari 110 negara, termasuk Indonesia.
Mereka menyediakan layanan keamanan untuk beberapa badan pemerintahan AS, termasuk Kementerian Luar Negeri, Kementerian Kehakiman, Tentara, Angkatan Udara, dan Kementerian Keamanan.
[Gambas:Video CNN]Mateen sendiri merupakan petugas keamanan yang diperlengkapi dengan senjata. Kini, G4S masih terus berupaya memastikan apakah senjata yang digunakan Mateen dalam penyerangan tersebut berkaitan dengan pekerjaannya.
Ini bukan kali pertama G4S menjadi sorotan. Sebelumnya, G4S dihujani kritik para advokat hak asasi karena menyediakan layanan untuk penjara Israel yang menahan warga Palestina.
Tiga petugas keamanan dari G4S dibebaskan dari tuduhan pembunuhan tak sengaja pada 2014, ketika seorang warga Angola terbang dari London setelah proses repatriasi.
Pada 2014, pemerintah Inggris mengatakan G4S akan membayar US$181 juta atas kelebihan dana dalam kontrak dengan perusahaan sekuriti tersebut.
Penggunaan perusahaan keamanan privat meningkat tajam setelah tragedi 11 September. Dalam banyak kasus, para petugas keamanan tidak dilatih atau dibayar dengan baik.
Menurut seorang anggota Dewan Penasihat Kementerian Keamanan AS, Paul Goldenberg, mereka juga terkadang tak menjalani pengecekan latar belakang kedua setelah direkrut.
(stu/stu)