Jakarta, CNN Indonesia -- Serangan teror di Nice, Perancis, menunjukkan bahwa kendaraan bisa menjadi alat pembunuh yang mengerikan. Sedikitnya 84 orang tewas dalam peristiwa itu, 100 lainnya terluka.
Ini bukan kali pertama menabrakkan mobil menjadi modus operasi serangan. Di banyak negara, mobil banyak digunakan sebagai senjata untuk meneror atau melakukan perlawanan.
Seperti diberitakan Al Arabiya, cara ini dilakukan oleh warga Palestina untuk menyerang Israel. Selain melakukan penikaman dengan pisau dapur, menabrakkan mobil marak belakangan ini di wilayah Israel dan Palestina setelah pemerintah Benjamin Netanyahu mengancam status quo di Masjidil Aqsa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejak Oktober tahun lalu, sedikitnya 215 warga Palestina, 34 warga Israel, dua Amerika, seorang warga Eritrea dan seorang Sudan, tewas dalam gelombang kekerasan di wilayah itu.
Dalam beberapa tahun terakhir, pembunuhan dengan cara ini juga terjadi dua kali di Inggris dan sekali di Kanada.
Pada Mei 2013, dua pria keturunan Nigeria, Michael Adebolajo dan Michael Adebowale, menabrakkan mobil mereka ke arah tentara Inggris Lee Rigby di jalanan kota London. Setelah itu mereka mencoba memenggal kepala Rigby sebelum dihentikan polisi.
Keduanya mengaku melakukan itu untuk membalas dendam atas pembunuhan warga Muslim oleh tentara Inggris. Atas pembunuhan Rigby, keduanya divonis penjara seumur hidup.
Sebelumnya pada Oktober 2014, tentara Kanada Patrice Vincent terbunuh dengan cara yang sama. Pelakunya adalah Martin Couture-Rouleau, simpatisan ISIS dengan alasan "melakukan jihad". Seorang tentara lainnya terluka dalam insiden yang terjadi di Quebec ini.
Pada Juni 2007 peristiwa serupa juga terjadi di bandara Glasgow di Skotlandia. Dua orang pria menabrakkan mobil jip yang terbakar ke terminal utama bandara tersebut, seorang di antaranya tewas meledakkan diri.
Lima orang terluka dalam insiden tersebut. Pelaku lainnya divonis penjara seumur hidup karena kejahatan ekstremisme.
Menurut pengamat terorisme dari Universitas Indonesia, Ridlwan Habib, modus operasi ini juga rawan ditiru oleh kelompok militan di Indonesia.
"Era bahan peledak sudah selesai, sekarang teroris bisa menggunakan apapun untuk melukai targetnya," kata Ridlwan dalam pernyataannya, Jumat (15/7).
(den)