Jakarta, CNN Indonesia -- Sengkarut klaim di Laut China Selatan sama sekali tak disinggung dalam komunike bersama pertemuan ASEAN yang dilaksanakan di Laos pada 23-26 Juli lalu, hanya berselang sepekan setelah keputusan pengadilan arbitrase diumumkan.
Menanggapi banyaknya pertanyaan mengenai hal tersebut, juru bicara Kementerian Luar Negeri, Arrmanatha Nasir, menegaskan bahwa klaim tersebut memang bukan merupakan masalah antara China dan ASEAN sehingga blok negara Asia Tenggara itu tak dapat menentukan sikap resmi bersama.
"Masalah tumpang tindih klaim di Laut China Selatan bukan masalah antara China dan ASEAN, tapi sengketa antara China dan empat negara anggota ASEAN. Dengan begitu, ASEAN tidak dapat memihak," ujar Arrmanatha dalam jumpa pers di Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Kamis (28/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sengketa teritorial ini diajukan oleh Filipina ke Pengadilan Arbitrase Permanen (PCA) yang berbasis di Den Haag, Belanda, untuk menantang klaim China, yang mencapai hampir 90 persen perairan Laut China Selatan, salah satu jalur pelayaran tersibuk dunia dengan nilai perdagangan mencapai US$5 triliun per tahun.
Klaim China ditandai dengan sembilan garis putus-putus, atau nine-dashed line, meliputi ratusan pulau, terumbu karang dan wilayah perairan yang tumpang-tindih dengan Filipina, Taiwan, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Vietnam.
Keputusan PCA menolak klaim China tersebut. Namun, China menolak hasil PCA ini. Sejak awal, China memang tidak mengakui adanya PCA.
China dan Filipina pun akhirnya memutuskan untuk melakukan pembicaraan lanjutan untuk menyelesaikan masalah ini.
Dalam komunike, ASEAN mendukung pembicaraan lanjutan ini. Menurut Arrmanatha, ASEAN mendukung pembicaraan tersebut demi stabilitas dan keamanan di kawasan.
Selain itu, ASEAN juga mendukung proses pembicaraan Code of Conduct di Laut China Selatan. Dalam pernyataan bersama setelah pertemuan ASEAN ini, China pun sepakat untuk mempercepat proses pembicaraan CoC ini.
(den)