Kisah Super Jihadi dan Gadis Perancis yang Terjebak di Suriah

CNN | CNN Indonesia
Rabu, 10 Agu 2016 15:01 WIB
Seorang pria Inggris dijuluki "Super Jihadis" karena berhasil merekrut sekitar 80 persen militan berbahasa Perancis untuk bergabung dengan ISIS.
Ilustrasi (CNN Indonesia/Laudy Gracivia)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pria itu bernama Omsen, atau Omar Diaby. Layaknya seorang karyawan, pekerjaanya sehari-hari berada di depan komputer, mengetik dan mengutak-atik tetikus.

Seperti dilansir CNN, yang membuat ia berbeda dari orang-orang lain, adalah pekerjaannya membuat ia berada di pusat perekrutan jihadis bagi ISIS.

Ia menyebarkan propaganda, dan merekrut ribuan orang Perancis untuk ikut bergabung dengan ISIS di Irak dan Suriah. Julukannya: “Super Jihadis”.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia mengunggah banyak video dengan nama “19 HH” (merujuk pada 19 pelaku serangan 11 September di AS). Otoritas Perancis menyebut ia bertanggung jawab atas 80 persen jihadis berbahasa Perancis yang berangkat ke Irak dan Suriah untuk bergabung ISIS.

Omsen, 41, lahir di Senegal namun pindah ke Perancis ketika ia masih kecil. Ia besar di Nice. Menurut media Perancis, ia teradikalisasi setelah beberapa kali mendekam di penjara. Ia lalu pergi ke Suriah pada 2013, membentuk brigade jihadis Perancis.

Di antara pengikutnya, Omsen dianggap sebagai pemimpin spritual.

“Semua orang melihatnya seolah ia seorang dewa, seolah itu adalah sekte,” kata Fouad El Bathy, yang pernah bertemu Omsen di Suriah.

El Bathy sendiri berada di Suriah untuk menyelamatkan adik perempuannya, Nora, yang kabur ke Suriah ketika berusia 15 tahun.

Ikut ke Suriah 

Nora meninggalkan rumahnya di Avignon dua tahun lalu. Keluarganya mencarinya, namun tak menemukan apa pun.

“Kami khawatir, itu tidak seperti dia. Dia selalu pulang dan mengerjakan pekerjaan rumah,” kata El Bathy kepada CNN. Ia dan keluarga mencari Nora bahkan hingga ke rumah sakit, kantor polisi, namun tak tampak juga jejaknya.

Omar Omsen disebut merekrut 80 persen jihadi berbahasa Perancis. (via CNN.com)
Hingga akhirnya, Nora menghubunginya.

“Ia berbicara kepada saya di Facebook. Ia bilang ‘Apa kabar?’ dan saya bilang ‘Apa maksudmu apa kabar? Saya tidak baik-baik saja! Di mana kamu?’”

“‘Saya di Suriah,’” kata Nora kepadanya. “‘Saya akhirnya akan menolong orang Suriah.’”

El Bathy mengatakan kelaurganya terkejut. “Adik saya berbicara seolah ia berada di surga, seolah dia sudah mencapai tujuannya. Akhirnya, dia pikir, dia akan membuat peran di dunia. Ibu saya pingsan.”

Tak lama kemudian, ia mendengar soal Omsen.

“Saya mendengar soal Omar Omsen di media—saya tak tahu siapa dia sebelumnya,” ujar El Bathy. “Ia diwawancarai oleh seorang jurnalis dan ia sedang berbicara soal Nora. Ia bilang menganggap adik saya seperti anaknya sendiri,” kata dia.

El Bathy kemudian memutuskan akan mengikuti jejak adiknya, demi mengajaknya pulang ke rumah.
Ketika ia tiba di Suriah, ia bercerita dibawa oleh truk ke markas kelompok militan itu.

“Saya melihat Kalashnikov tepat di sebelah saya—saat itulah saya menyadari bahwa itu semua serius,” ingatnya. “Anda tak melihat senjata sedekat itu (dalam kondisi normal),” ujarnya.

“Ada seorang warga Suriah bernama Abu Khalid, ialah yang mengemudikan truk. Ia berkata kepada saya, ‘Anda harus berjuang, Anda harus menyelamatkan orang Suriah, dan berjuang demi Allah’—ia berusaha meradikalisasi saya,” tambahnya.

Ia bercerita mendengarkan khotbah Omsen soal jihad. “Saya bisa merasakan ia berupaya memanipulasi saya. Apa yang ia katakan terlalu bagus untuk menjadi kenyataan.”

El Bathy mengatakan ia akhirnya bisa menemui adiknya, dengan ditemani oleh Omsen.

“Kami berhenti di sebuah toko dan membeli permen untuk adik saya karena dia menyukainya. Ia menyuruh saya masuk [ke kamar di mana Nora tinggal], dan adik saya melompat. Kami tak bisa berhenti saling memeluk,” ujarnya.
Ia membujuk adiknya untuk pergi, namun adiknya menolak. “Saya melihat ada kamera CCTV yang mengawasi kami dan saya mengerti.”

El Bathy, yang bekerja untuk program deradikalisasi, merekam perjalanannya ke Suriah dengan kamera tersembunyi. Ia mengatakan bahwa Nora ternyata bukan yang termuda.

“Ada lebih dari 50 anak kecil di mana saya tinggal. Mereka berumur 5, 6, 7, 8, 10 tahun, semua umur,” ujarnya. “Mereka besaral dari seluruh dunia.”

Namun ia mengatakan hanya sempat bertemu dua kali dengan adiknya. Terakhir, ia sempat memberi uang 200 euro dan sebuah telepon agar bisa berhubungan dengan keluarganya, tapi semuanya disita.

El Bathy berujar bahwa Omsen dan pengikutnya curiga ia akan menculik Nora, hingga ia kemudian ditahan di sebuah vila dengan kawalan pria bersenjata.

Pada akhirnya, kata El Bathy, “mereka menyuruh saya kembali ke Perancis” namun tidak bersama adiknya.

Jihadis asal Eropa

Institut Ekonomi dan Perdamaian mengatakan antara 25 ribu hingga 30 ribu militan asing yang bergabung dengan ISIS, 21 persennya berasal dari Eropa. Mereka berangkat ke Irak dan Suriah antara 2011 dan 2015.

Direktur Intelijen Nasional AS, James Clapper, mengatakan angkanya sekarang bahkan lebih tinggi. pada Februari dia mengatakan lebih dari 36.500 militan asing, termasuk 6.600 dari negara Barat, bepergian ke Suriah sejak konflik dimulai pada 2012.

Data Kementerian Dalam Negeri Perancis mengungkap bahwa jumlah warga Perancis yang terlibat terorisme meningat 13 persen dalam enam bulan terakhir. Pada Mei hingga Juli lalu saja, ada 67 orang yang disebut terkait terorisme.

Secara keseluruhan, Pew Research Center menemukan ada sebanyak 1.200 warga perancis yang berada di Irak dan Suriah, yang terbanyak adalah dari Tunisia berjumlah 3.000 orang, Arab Saudi berjumlah 2.500 orang, diikuti oleh Rusia, Yordania, Maroko, masing-masing berjumlah 1.500 orang. (stu)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER