Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Filipina Rodrigo Duterte menegaskan bahwa ia tak akan menyinggung soal sengketa maritim dengan China pada pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN yang akan digelar di Laos pekan depan.
"Saya sedang tidak ingin mempermasalahkan itu dengan China sekarang. Saya tidak ingin mengangkat masalah ini di depan [negara-negara] ASEAN karena jika saya melakukannya, maka masalah ini akan menjadi berbelit-belit,” kata Duterte dalam pidatonya di kota kediamannya, Davao City, Jumat (2/9), dikutip dari
The Inquirer.
Pidato Duterte terjadi sebelum ledakan di sebuah pasar malam di kota itu yang menewaskan 10 orang dan melukai puluhan lainnya. Duterte berada jauh dari lokasi ledakan ketika insiden itu terjadi dan kini sudah dipastikan aman bersama dengan keluarganya.
Meski ledakan terjadi di dekat hotel Marco Polo yang sering ia datangi, Duterte menampik dugaan bahwa serangan itu menargetkan dirinya.
Pada pertemuan pekan depan, para pemimpin negara ASEAN dan China akan meresmikan hotline dan mengadopsi Code for Unplanned Encounters at Sea (CUES), yakni protokol komunikasi untuk menghindari potensi konfrontasi antar-kapal angkatan laut di perairan sengketa Laut China Selatan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Asisten Menteri Luar Negeri Filipina, Helen de la Vega, mengatakan bahwa CUES ini akan menjadi terobosan baru bagi ASEAN dan China.
"Ini merupakan salah satu cara untuk meredakan ketegangan di Laut China Selatan," ujar de la Vega seperti dikutip Reuters, Jumat (2/9).
Menurut seorang komandan senior Angkatan Laut Filipina, mekanisme ini sangat penting karena satu kecelakaan di perairan dapat memicu konfrontasi lebih jauh di kala situasi di Laut China Selatan yang memang sudah tegang.
Sumber ini kemudian menjabarkan salah satu contoh konkret, yaitu ketika ada beberapa kasus di mana kapal China tidak merespons panggilan radio dan sinyal komunikasi ketika berhadapan dengan kapal Angkatan Laut Filipina di Laut China Selatan.
"[Protokol ini] sangat penting karena kecelakaan apa pun yang memicu konfrontasi besar akan dihindari jika angkatan laut dan petugas penjaga pesisir kami dapat berkomunikasi satu sama lain," kata sumber tersebut.
Kemelut ini bermula ketika China mengklaim sekitar 90 persen Laut China Selatan, salah satu jalur perdagangan tersibuk dunia yang diyakini kaya minyak dan gas.
Klaim China di jalur perdagangan yang nilainya mencapai US$5 triliun per tahun ini tumpang-tindih dengan Brunei, Malaysia, Filipina, Taiwan dan Vietnam.
Filipina telah mengajukan gugatan terhadap klaim China tersebut ke Pengadilan Tetap Arbitrase yang berbasis di Den Haag, Belanda. Meskipun hasilnya dimenangkan oleh Filipina, China tetap menolak keputusan tersebut.
(ama)