Jakarta, CNN Indonesia -- Pemilu legislatif Hong Kong memberikan kejutan dengan kemenangan para tokoh aktivis muda pro-demokrasi dan anti China. Selain itu, pemilu ini juga memecahkan rekor jumlah kehadiran terbanyak, menyiratkan keinginan masyarakat Hong Kong untuk perubahan.
Menurut laporan AFP, Senin (5/9) pemilu pada Minggu (4/9) di Hong Kong diikuti oleh 2,2 juta orang atau 58 persen dari jumlah pemilih di wilayah otonomi khusus China itu. Ini adalah jumlah pemilih terbanyak dalam pemilu Hong Kong setelah dikembalikan oleh Inggris ke China tahun 1997.
Ada empat aktivis muda pro-demokrasi yang memenangi kursi dewan Hong Kong, seorang lainnya diperkirakan sudah pasti akan menang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satu di antara mereka adalah Nathan Law, 23, aktivis muda yang menjadi pemimpin "Gerakan Payung" yang melumpuhkan Hong Kong pada 2014 saat mereka menggelar aksi duduk menuntut kebebasan dari China.
Nathan bersama para aktivis muda lainnya mengaku tidak lagi percaya dengan paham "satu negara, dua sistem" yang dianut Hong Kong di bawah China. Mereka mendesak kebebasan penuh dari China daratan, termasuk menentukan pemimpin sendiri.
Tuntutan itu tidak dipenuhi oleh China sepenuhnya. Pemerintah Beijing memang mengabulkan keinginan pemilu di Hong Kong 2017, namun calon pemimpin di kota itu harus atas pilihan Partai Komunis.
Law dan partai baru yang dibentuknya, Demosisto, menyerukan referendum kemerdekaan dengan menekankan kebebasan hak rakyat Hong Kong untuk memilih pisah dari China.
"Saya kira warga Hong Kong ingin perubahan, para pemuda menganggap masa depan itu adalah sesuatu yang mendesak," kata Law.
Law juga memiliki visi menyatukan kedua kubu di Hong Kong, yang mendukung kemerdekaan dan yang takut pada China. "Kita harus bersatu untuk melawan Partai Komunis," kata dia.
Politisi anti-China lainnya yang menang pemilu adalah Yau Wai-China dan Baggio Leung dari partai baru, Youngspiration. Mereka juga menyerukan "hak berbicara soal kedaulatan."
Belum ada komentar dari Beijing terkait kemenangan para pemuda ini, namun pengamat politik Willy Lam mengatakan pemerintah China sudah pasti tidak senang.
"Beijing akan sangat tidak senang melihat hasilnya dan kemungkinan mereka akan menggunakan alasan untuk untuk menekan Hong Kong lebih keras," kata profesor studi China ini.
Selain dari Beijing, tekanan juga diperkirakan akan datang dari kelompok pro-demokrasi lainnya yang menolak kemerdekaan dari China. AFP menuliskan, kelompok ini diperkirakan akan menggunakan hak veto untuk menggagalkan setiap rancangan undang-undang yang merugikan China.
(den)