Jakarta, CNN Indonesia -- Sejumlah peneliti Israel mengklaim bahwa berdasarkan dokumen pada era Uni Soviet, Presiden Palestina Mahmoud Abbas pernah bekerja untuk badan intelijen Soviet, KGB, pada dekade 1980-an, begitu juga dengan Presiden Rusia saat ini, Vladimir Putin.
Tuduhan tersebut pertama kali dilaporkan oleh media televisi Israel
Channel One pada Rabu (7/9), menyusul tawaran Putin agar Moskow menjadi tuan rumah dalam pertemuan antara Abbas dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Gideon Remez, seorang peneliti di Universitas Ibrani Yerusalem Truman Institute, mengatakan hubungan Abbas dengan KGB terungkap dari dokumen yang diselundupkan dari Rusia oleh mantan penyusun arsip KGB, Vasili Mitrokhin pada1991.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Remez menyatakan kepada
Reuters bahwa dokumen itu kemudian disimpan di Arsip Churchill di Universitas Cambridge, Inggris, namun sejumlah materi dari dokumen tersebut dirilis dua tahun lalu untuk penelitian publik. Truman Institute meminta file yang ditandai "Timur Tengah" untuk diteliti lebih lanjut.
"Ada sekelompok ringkasan atau kutipan yang berasal dari beberapa orang yang dipersiapkan oleh KGB pada 1983," katanya.
"Salah satu dari kutipan ini berisi dua baris, dimulai dengan kode nama seseorang, yakni 'Krotov', yang berasal dari kata Rusia untuk menyebut 'mata-mata' dan kemudian 'Abbas, Mahmoud, lahir tahun 1935 di Palestina , anggota komite pusat Fatah dan PLO, dan 'agen KGB' di Damaskus," kata Remez.
Sejumlah dokumen yang dikutip oleh Remez tidak memberikan indikasi apa peran Abbas di dalam KGB, atau berapa lama dia bekerja di sana.
Abbas merupakan anggota pendiri Fatah, faksi dominan dari Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), gerakan nasionalis utama Palestina. Ia menjadi Presiden Palestina pada 2005.
Terkait laporan ini, pemerintah Palestina membantah bahwa Abbas, yang menerima gelar PhD di Moskow pada 1982, telah menjadi mata-mata Soviet. Pemerintah Palestina menuduh Israel "melancarkan kampanye kotor" yang bertujuan menggelincirkan upaya untuk menghidupkan kembali perundingan damai yang terhenti sejak 2014.
Seorang pejabat Palestina, yang menolak untuk diidentifikasi karena ia tidak berwenang untuk berbicara secara terbuka tentang masalah tersebut, menyatakan kepada
Reuters bahwa Abbas menjabat sebagai "penghubung resmi dengan Soviet, sehingga ia tidak perlu menjadi mata-mata", tanpa menjelaskan lebih lanjut.
Pejabat itu menyatakan bahwa indikasi bahwa sang presiden pernah menjadi mata-mata "sangat tidak masuk akal".
Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Rusia pada Kamis (8/9) mengungkapkan bahwa baik Abbas maupun Netanyahu telah setuju untuk menghadiri pertemuan tersebut, tanpa memberikan rincian lebih lanjut.
Reuters juga melaporkan bahwa Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Mikhail Bogdanov sempat bertugas di Kedutaan Soviet di Damaskus, Suriah antara tahun 1983 dan 1994. Jangka waktu ini mencakup periode ketika Abbas dilaporkan direkrut oleh KGB.
Sebagai catatan, Bogdanov merupakan pejabat yang ditugaskan Putin untuk mengatur pertemuan Abbas dan Netanyahu di KTT Moskow mendatang. Pekan ini, Bogdanov dijadwalkan bertemu dengan para pejabat Israel dan Palestina.
(ama)