Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah Filipina tengah mempertimbangkan untuk membeli senjata dari China dan Rusia sesuai arahan dari Presiden Rodrigo Duterte.
"Saya akan meminta Menteri Pertahanan, [Delfin] Lorenzana, untuk datang ke bagian teknis. Pergi ke China dan Rusia dan lihat apa yang terbaik," ujar Duterte di hadapan para penerbang di Pangkalan Udara Villamor, Kota Pasay, Selasa (13/9).
Duterte mengatakan bahwa kedua negara itu sudah menawarkan pemerintah Filipina pinjaman lunak untuk pembelian senjata tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kedua negara itu sepakat untuk memberikan saya pinjaman paling lunak, dapat dibayarkan pada 2025," ucap Duterte seperti dikutip
Inquirer.
Mantan Wali Kota Davao ini mengatakan, pemerintah akan membeli aset pertahanan mereka "tanpa ikatan."
Filipina sekarang ini sedang terlibat dalam sengketa lahan dengan China di Laut China Selatan. Namun, Filipina tak memiliki perjanjian pertahanan dengan Rusia.
"Kami dapat membeli senjata yang murah dan tidak ada ikatan dan transparan. Saya mengatakan kepada mereka, saya tidak akan menyepakati apa pun dengan kalian kecuali dalam basis pemerintah dengan pemerintah," tutur Duterte.
Ia kemudian menjelaskan bahwa Filipina kini lebih memilih untuk membeli senjata ketimbang aset perang karena Manila tak punya keinginan untuk melawan negara mana pun.
"Saya mengatakan bahwa saya ingin persenjataan. Saya tidak ingin jet, F-16, itu tidak berguna bagi kami. Kami tidak ingin melawan negara mana pun menggunakan itu. Mari bekali diri kita dengan pesawat
propeller, tapi yang dapat digunakan untuk upaya anti-pemberontakan," katanya.
Sejak naik takhta pada 30 Juni lalu, pembasmian kelompok militan Abu Sayyaf memang menjadi prioritas utama Duterte. Sehubungan dengan itu, Duterte berjanji akan memodernisasi militer Filipina.
Saat berkunjung ke Jakarta pekan lalu, Duterte juga sempat berterima kasih kepada China karena berbaik hati menawarkan bantuan untuk membangun pusat rehabilitasi bagi warga Filipina yang kecanduan narkoba. Dalam kesempatan tersebut, ia menyindir bantuan Amerika Serikat yang dianggap sekadar formalitas.
"Kami mendapatkan banyak dari AS. Terima kasih untuk kebaikannya. Mereka mengirimkan kepada kami dua, hanya dua jet tempur FA-50. Itu pesawat FA-50, tapi mereka tak memberikan kami rudal dan peluru dan meriam untuk bertarung. Hanya untuk seremonial," katanya.
Selama ini, AS dianggap sebagai sekutu dekat Filipina. Kedekatan kedua negara ini terakhir kali ditunjukkan dengan dukungan penuh AS terhadap Filipina setelah China menolak hasil putusan Pengadilan Tetap Arbitrase (PAC) mengenai sengketa Laut China Selatan.
Selama kemelut ini, AS sebagai sekutu dekat Filipina tampak mendukung Manila. AS bahkan memutuskan untuk melakukan patroli bersama di Laut China Selatan bersama Filipina.
Namun kini, Duterte meminta Filipina untuk tidak mengikuti operasi bersama AS di Laut China Selatan karena ia tidak mau ada masalah.
"[Angkatan Laut Filipina] tidak akan mengikuti ekspedisi apa pun terkait patroli di laut itu karena saya tidak mau negara saya terlibat dalam tindakan permusuhan," katanya seperti dikutip
RT.
Tak hanya itu, Duterte bahkan meminta pasukan khusus AS yang sempat melatih tentaranya untuk membasmi Abu Sayyaf untuk hengkang dari negaranya. Menurutnya, orang Amerika yang berada di daerah selatan negaranya hanya akan menjadi sasaran empuk Abu Sayyaf.
Dalam pernyataan terpisah, Duterte pun mengatakan bahwa kini Filipina memiliki pergeseran paradigma ketika berhadapan dengan masalah sekutu.
"Kami tidak memutus sekutu apa pun, termasuk untuk urusan militer. Namun, kami akan menerapkan postur independen dan kebijakan luar negeri yang bebas.
(ama)