Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Kolombia Juan Manuel Santos mengakui adanya peran negara dalam pembantaian ribuan orang dari kubu partai kiri pada pertengahan 1980-an. Dia berjanji hal tersebut tidak akan terulang lagi.
Pernyataan ini disampaikan Santos pada Kamis (15/9) selang dua pekan sebelum dia menandatangani perjanjian damai dengan kelompok separatis sayap kiri Pasukan Bersenjata Revolusi Kolombia, FARC.
Sekitar tiga dekade lalu, sedikitnya 5.000 anggota dan pendukung Partai Serikat Patriot, UP, yang dibentuk FARC dibantai oleh pasukan paramiliter sayap kanan yang dibekingi pemerintah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tragedi itu seharusnya tidak pernah terjadi, dan harus diakui pemerintah tidak melakukan langkah yang cukup untuk mencegah dan menghentikan pembantaian, serangan dan pelanggaran lainnya walau bukti-bukti menunjukkan kejahatan telah terjadi," kata Santos, di hadapan 200 keluarga korban pembantaian tersebut, dikutip Reuters.
Sebagai bagian dari perdamaian dengan FARC, pemerintah menjanjikan jaminan keselamatan jika kelompok Marxis itu mau menyerahkan senjata. Setelah berdamai, FARC akan membentuk partai dan mengincar kursi parlemen.
"Saya membuat komitmen suci di hadapan kalian hari ini untuk melakukan langkah yang diperlukan dan memberi jaminan demi memastikan tidak pernah ada lagi organisasi politik merasakan apa yang diderita UP di Kolombia," tegas Santos.
Senin lalu FARC juga meminta maaf atas penculikan ribuan orang yang mereka lakukan dalam konflik dengan pemerintah selama setengah abad.
Kedua pihak sepakat menghentikan peperangan yang telah menewaskan lebih dari 220 ribu orang dan membuat jutaan lainnya kehilangan tempat tinggal. Sekitar 7.000 tentara FARC akan kembali ke masyarakat.
Setelah penandatanganan perdamaian pada 26 September mendatang, warga Kolombia akan menggelar referendum pada 2 Oktober untuk menentukan apakah mereka menerima perdamaian tersebut.
(den)