Trump: Warga Keturunan Afrika dan Latin Hidup di Neraka

Hanna Azarya Samosir | CNN Indonesia
Selasa, 27 Sep 2016 10:35 WIB
Penembakan warga kulit hitam jadi isu panas dalam debat pertama capres AS. Trump pun mengatakan bahwa warga keturunan Afrika dan Latin bagai hidup di neraka.
Dalam debat dengan rivalnya, Hillary Clinton, Donald Trump menilai bahwa penegakan hukum harus dilaksanakan dan regulasi stop and frisk sebaiknya dilanjutkan. (Reuters/Mike Segar)
Jakarta, CNN Indonesia -- Penembakan warga kulit hitam oleh polisi menjadi salah satu topik panas yang diangkat dalam debat pertama calon presiden Amerika Serikat pada Senin (26/9). Calon presiden dari Partai Republik, Donald Trump, pun mengatakan bahwa warga keturunan Afrika dan Latin seperti hidup di neraka.

"Warga Afrika-Amerika dan keturunan Latin hidup di neraka karena sangat berbahaya. Mereka berjalan di jalanan, mereka ditembak," ujar Trump seperti dikutip The Guardian.

Dalam beberapa kasus, kepolisian kerap berdalih bahwa warga kulit hitam yang mereka serang membawa senjata. Sebelumnya, rivalnya dari Partai Demokrat, Hillary Clinton, mengatakan bahwa diperlukan adanya reformasi hukum kriminal.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kita harus menyita senjata dari tangan orang yang seharusnya tak memilikinya. Kita harus menghentikan wabah kekerasan bersenjata," ucap Clinton.

Namun menurut Trump, penegakan hukum harus dilaksanakan dan regulasi stop and frisk sebaiknya dilanjutkan. Metode pemeriksaan ini dilakukan di New York, di mana polisi dapat menghalau pejalan kaki dan menanyakan kelegalan senjata warga tersebut jika mereka memilikinya.

Menanggapi pernyataan Trump, moderator debat ini, Lester Holt, kemudian mengatakan bahwa stop and frisk melanggar konstitusi karena lebih menargetkan warga kulit hitam.

Menepis pernyataan itu, Trump kembali berkata, "Tidak, Anda salah. Semuanya dibawa ke pengadilan yang hakimnya sangat menentang penghakiman oleh polisi."

Trump kemudian mengatakan bahwa hukum harus ditegakkan dan diperlukan adanya hubungan yang baik antara warga kulit hitam dan kepolisian.

"Diperlukan hubungan yang lebih baik antara komunitas [kulit hitam] dan kepolisian. Hal buruk terus terjadi. Diperlukan kepatuhan terhadap hukum di kota-kota," katanya.

Setelah mendengarkan jawaban Trump, Clinton balik menyerang dan mengatakan bahwa ia sudah sangat sering mendengar argumentasi itu dilontarkan oleh rivalnya dalam sejumlah kampanye. Namun menurutnya, Trump sendiri yang memberikan citra buruk terhadap warga kulit hitam.

"Saya sudah mendengar hal semacam ini di kampanyenya, dan sayangnya dia memberikan gambaran negatif terhadap warga kulit hitam di negara ini," katanya.

Mengamini pernyataan Holt, Clinton pun mengatakan bahwa stop and frisk sudah dinyatakan tak sesuai dengan konstitusi. Menurut Clinton, regulasi itu tidak efektif.

"Pada kenyataannya, jika kalian pemuda Afrika-Amerika, dan kalian melakukan hal yang sama dengan pemuda kulit putih, akan lebih besar kemungkinan kalian diadili dan dipenjara. Kita tidak bisa hanya menyebutkan penegakkan hukum. Kita harus memiliki rencana," tutur Clinton.

Perkara stop and frisk ini memang sudah pernah diajukan ke pengadilan federal dan hakim menyatakan bahwa regulasi itu tak sesuai dengan konstitusi.

Clinton lantas mengatakan bahwa terlalu banyak penyalahgunaan senjata di AS, termasuk oleh kepolisian sendiri.

"Ada terlalu banyak senjata militer di jalanan. Di banyak tempat, polisi kita terlalu berlebihan menggunakan senjata. Kita harus mengambil senjata dari tangan orang yang akan melakukan kekerasan. Ada banyak yang dapat kita lakukan dalam sistem dua kamar," ucap Clinton.

Kembali menanggapi pernyataan Clinton, Holt kemudian bertanya, "Apakah ini berarti menurut Anda, ada bias implisit dari polisi terhadap warga kulit hitam?"

Clinton pun menjawab, "Saya pikir, bias implisit merupakan masalah bagi semua orang, bukan hanya polisi. Banyak masyarakat langsung menarik kesimpulan terhadap orang lain." (ama)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER