Jakarta, CNN Indonesia -- Calon presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menilai Presiden Rusia Vladimir Putin dan rezim Bashar Al-Assad telah membantu memerangi kelompok militan ISIS di Suriah. Taipan real estate ini juga kembali menyalahkan Clinton atas invasi Amerika Serikat di Irak.
Trump dan Clinton kembali saling serang dan melemparkan hinaan dalam debat capres AS putaran kedua yang digelar di Washington University pada Minggu (9/10). Dalam debat yang berlangsung selama 90 menit tersebut, pembahasan soal memberangus ISIS di Suriah tidak terhindarkan.
Pembahasan soal konflik Suriah dimulai ketika kedua capres ditanya soal solusi apa yang mereka janjikan untuk mengatasi perang sipil di Suriah yang telah berlangsung selama lima tahun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Clinton mendapat giliran untuk lebih dulu menjawab pertanyaan tersebut. Ia mengemukakan bahwa krisis di Suriah, khususnya di Aleppo, merupakan salah satu akibat dari komitmen Rusia membantu rezim Assad mengambil alih daerah itu dari pemberontak.
"Rusia tidak tertarik melawan ISIS. Mereka hanya ingin membuat Assad tetap berkuasa," kata Clinton.
Trump mengecam komentar Clinton dengan menyebutkan bahwa Clinton sendiri tidak tahu kelompok pemberontak mana yang ia maksud.
"Dia bicara keras soal Putin, soal Assad, dan mendukung pemberontak. Dia bahkan tidak tahu siapa pemberontak itu. Lihat apa penyebab dukungannya kepada pemberontak di Libya yang menyebabkan [Moammar] Gaddafi lengser," ujar Trump.
"Saya tidak suka kepada Assad, sama sekali, tetapi Assad membunuhi ISIS. Rusia membunuhi ISIS. Iran membunuhi ISIS. Dan ketiga negara itu menjauhi kita karena kebijakan luar negeri kita lemah," seru Trump.
Dalam kesempatan itu, Trump juga mengaku ia berseberangan dengan cawapresnya, Mike Pence, yang dalam debat pekan lalu menuturkan bahwa AS harus mempersiapkan pengerahan pasukan militer jika serangan udara Rusia di Suriah tak juga berhenti.
"Dia [Pence] dan saya sudah bicara, dan saya tidak setuju. Saat ini, pasukan rezim [Suriah] memerangi ISIS. Suriah dibantu Rusia dan Iran,
Trump kemudian menyalahkan Clinton dan pemerintahan Barack Obama, yang menurutnya, meluncurkan kebijakan luar negeri yang buruk, sehingga krisis di Suriah terjadi.
Sementara Clinton menyinggung pernyataan dari komunitas intelijen pada pekan lalu, bahwa Rusia dicurigai berada di balik aksi peretasan WikiLeaks. Menyinggung Rusia, Clinton kemudian menyebut bahwa Rusia tengah berupaya mempengaruhi pilpres di AS dan menginginkan Trump menang.
"Kami tidak pernah berada dalam posisi di mana musuh bekerja sangat keras untuk mempengaruhi hasil pemilu. Dan percayalah, mereka tidak berupaya agar saya terpilih," tutur Clinton.
Menanggapi pernyataan Clinton, Trump kemudian berujar bahwa, "Saya tidak tahu Putin. Tapi saya pikir akan hebat jika kita bekerja sama dengan Rusia."
Perang sipil di Suriah telah menyebabkan 500 ribu warga tewas dan 10 juta lainnya melarikan diri. Perang juga telah menyebabkan membanjirnya pengungsi dari Suriah ke sejumlah negara lain, termasuk Eropa dan AS. Pembahasan soal penerimaan imigran di AS juga menjadi topik hangat dalam perdebatan Clinton dan Trump.
(den)