ICC Peringatkan Duterte soal Pembunuhan Massal di Filipina

Riva Dessthania Suastha | CNN Indonesia
Senin, 17 Okt 2016 18:58 WIB
Kepala jaksa Mahkamah Pidana Internasional memperingatkan Filipina bahwa siapapun yang memancing aksi kekerasan massal dapat diseret ke pengadilan.
Kepala jaksa Mahkamah Pidana Internasional memperingatkan Filipina bahwa siapapun yang memancing aksi kekerasan massal dapat diseret ke pengadilan. (Reuters/Kham)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala jaksa Mahkamah Pidana Internasional (ICC) Fatou Bensouda menyatakan khawatir atas dugaan pembunuhan massal di luar hukum yang terjadi di Filipina dalam perang "brutal" Presiden Rodrigo Duterte melawan kriminal dan narkoba. Bensouda memperingatkan bahwa siapapun yang memancing aksi kekerasan massal dapat diseret ke pengadilan ICC.

Sejak Duterte menjabat sebagai Presiden Filipina pada Juni lalu, setidaknya 3.700 warga tewas dalam perang Duterte melawan narkoba, yang memperbolehkan polisi dan warga menembak langsung terduga pengedar dan pengguna narkoba.

"Saya sangat prihatin tentang dugaan pembunuhan dan pernyataan publik dari para pejabat tinggi Filipina yang tampaknya membenarkan pembunuhan tersebut," ujar Bensouda, seperti dikutip Inquirer pada Sabtu (15/10).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Untuk itu, Bensouda menyatakan, ICC akan mulai mengikuti perkembangan di Filipina terkait dugaan pembunuhan massal tersebut.

"ICC, sesuai dengan mandat dalam Statuta Roma, akan sangat memantau perkembangan di Filipina dan mencatat segala kemungkinan kekerasan yang terjadi untuk menilai apakah pemeriksaan awal patut dilakukan di Filipina atau tidak," ucap Bensouda.

Selama menjabat sebagai Presiden, Duterte memberikan kewenangan pada para tentara dan polisi untuk dapat membunuh tersangka narkoba yang berupaya lari dari penangkapan.

Bahkan, Duterte menjamin perlindungan bagi polisi dan tentara yang bisa membunuh para tersangka gembong narkoba. Duterte menjamum para polisi dan tentara itu bebas dari segala tuntutan hukum.

PBB, AS, Uni Eropa dan sejumlah organisasi internasional pegiat HAM juga telah melayangkan keprihatinan mereka terhadap kebijakan Duterte yang dianggap telah membuat ribuan nyawa melayang di negara itu.

Bensouda pun melayangkan peringatan kepada Duterte. "Siapapun di Filipina yang memicu atau terlibat dalam aksi kekerasan massal, termasuk memerintahkan, mendesak, memicu, atau berkontribusi dalam kejahatan yang menjadi jurisdiksi ICC, maka dia dapat diadili di pengadilan."

Filipina sendiri bergabung sebagai anggota ICC pada November 2011. Segala bentuk pembunhan di luar hukum, tutur Bensouda, dapat dituntut oleh ICC jika "serangan pembunuhan dapat dikatakan sebagai serangan yang meluas dan dilakukan secara sistematis terhadap penduduk sipil."

Duterte membantah semua dugaan pembunuhan massal di luar hukum itu dan menyebut kampanye perang melawan kriminal narkobanya sebagai urusan dalam negeri negara Filipina.

Istana kepresidenan Malacañang menyatakan bahwa pemerintah filipina sangat terbuka pada penyelidikan ICC. Juru Bicara Kepresidenan Martin Andanar mengumumkan bahwa kasus pembunuhan massal itu sedang dalam penyelidikan pemerintah dan bukan merupakan kesalahan negara.

Pemerintah Filipina menjamin operasi polisi terkait pembunuhan yang menewaskan banyak korban itu merupakan operasi yang sah dan sesuai hukum.

Andanar mengatakan, Komite Senat HAM dan Keadilan telah melakukan penyelidikan terkait pembunuhan. Ketua Komite Senat HAM dan Keadilan Senator Richard Gordon menyatakan dugaan pembunuhan massal di luar hukum itu sebagai dugaan yang tidak berdasar.

"Seperti yang dikatakan (Gordon), tidak ada bukti bahwa pembunuhan massal itu digerakan oleh oleh negara," ujar Andanar. (ama)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER